Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah sesumbar jika prediksinya pada setahun lalu kekinian telah terbukti. Hal itu terkait dengan koalisi partai politik dan pencalonan presiden, tidak bisa dipastikan, dan bahkan bisa bubar, sampai pendaftaran resmi di buka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia berbicara hal itu menanggapi soal Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024, yang telah mengalami perpecahan alias bubar usai Demokrat cabut dukungan.
"Orang tidak percaya dengan omongan saya, hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini, lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia, baik parpol maupun basis-basis masa," kata Fahri hamzah melalui keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (5/9/2023).
Fahri menilai, bahwa omong kosong kalau koalisi dan pencalonan presiden sebelum dimulai pendaftaran akan berjalan lancar, khususnya diinternal koalisi.
Baca Juga: Sudah Move On, AHY Ucapkan Selamat ke Duet Anies - Cak Imin
Karena semua itu, kata dia, adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan, tetapi untuk menaikkan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran resmi dilakukan.
"Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi 'tiket' dan sebagianya. Itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres-cawapres yang diiming-imingi kepada ketua umum partai politik, itu semua omong kosong. Karena sekali lagi, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah 'tiket'," tuturnya.
Pasalnya, kata dia, kekacauan dari penerapan presidential threshold atau PT 20 persen yang dipaksakan ini, maka pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat, termasuk adalah kepentingan memenuhi 'tiket'.
"Atau kalau ada kemungkinan 'tiket' itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bsa dikorbankan atau pada akhirnya kalau para pemberi biaya alias bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan," tuturnya.
"Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya. Itu sebabnya saya kecewa karena ada pemanfatan identitas di dalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam, karena tidak ada lagi seperti itu," sambungnya.
Baca Juga: (LIVE): Konferensi Pers Pertama AHY Pasca Keluarnya Demokrat dari Koalisi Perubahan
Lebih lanjut, Fahri mengatakan, pemimpin itu seharusnya beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang dia halang sejak awal, yang memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya yang bermetamorfosa untuk mendapatkan ceruk dari basis-basis yang selama ini tidak akrab dengan dia.
"Tetapi intinya adalah kita sebagai rakyat pemilih jangan mau lagi dibohongi, ditipu-tipu oleh rekayasa para elite, untuk mengambil keuntungan bagi mereka pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kepentingan dan perjuangan kita, itu hanya penggunaan simbol-simbol identitas saja. Saya kira harus dicermati dan kita baca secara cerdas untuk menyongsong Pemilu 2024 yang akan datang," imbuh dia.