Jejak Demokrat Sering Di-PHP Jelang Pilpres, Kini Ditikung Anies

Farah Nabilla Suara.Com
Sabtu, 02 September 2023 | 18:59 WIB
Jejak Demokrat Sering Di-PHP Jelang Pilpres, Kini Ditikung Anies
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. [Tangkapan layar YouTube]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Demokrat baru-baru ini merasa dikhianati dan diberi harapan palsu oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Tepatnya usai Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh mengumumkan cawapres Anies Baswedan adalah Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Mereka pun dengan sigap menentukan sikap melalui Rapat Majelis Tinggi yang digelar pada Jumat (1/9/2023). Dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Demokrat sepakat keluar dari koalisi dan mencabut dukungannya untuk Anies.

SBY sendiri mengakui Partai Demokrat saat ini memang ditikung dan ditinggalkan mitranya. Namun, ia bersyukur karena hal tersebut terjadi jauh sebelum waktu pendaftaran. Oleh sebab itu, ia merasa partainya menerima pertolongan dari Allah.

“Memang kita (Demokrat) ditikung dan ditinggalkan seperti ini sekarang. Bayangkan kalau ditikungnya ditinggalkannya satu-dua hari sebelum batas pendaftaran ke KPU. Bayangkan seperti apa? Kita masih ditolong oleh Allah," ujar SBY di Cikeas, Bogor, Jumat (1/9/2023). 

Baca Juga: Anies Senang PKB Bergabung dengan Koalisi Perubahan; Koalisi Ini Memadukan Ideologi Nasionalis-Religius

Menilik ke belakang, sebelum ditikung Anies dan Partai NasDem, Demokrat juga kerap menerima harapan palsu. Tepatnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 hingga mereka gagal mengajukan calon. Berikut jejaknya yang terangkum.
 
Jejak Demokrat Diberi Harapan Palsu
Harapan palsu yang diterima Partai Demokrat saat ini, seolah mengulang kejadian di masa lalu. Diketahui bahwa pada Pilpres 2014, partai berlambang mercy tersebut kerap gagal mengusung jagoannya. Kala itu, mereka berupaya membangun koalisi.
 
Namun, elektabilitas Demokrat anjlok jelang Pemilu 2014 karena kasus korupsi yang dilakukan sejumlah elite. SBY bahkan sampai turun gunung dengan menjadi Ketum melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Bali pada 30 Maret 2013. 

SBY kala itu menggantikan posisi Anas Urbaningrum yang terjerat kasus korupsi. Sayangnya, suara Demokrat tetap tidak bisa diselamatkan. Mereka hanya mampu berada di peringkat keempat dengan perolehan suara nasional sebesar 10,19 persen.

Akibatnya, mereka tidak bisa mengusung capres sendiri karena syarat presidential threshold adalah 20 persen. Hal ini membuat Demokrat tidak memiliki mitra koalisi. Meski begitu, mereka akhirnya mendukung pasangan Prabowo-Hatta Radjasa. 

Sementara itu, pada Pilpres 2019, Partai Demokrat sempat bergerilya untuk memenangkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mereka berupaya agar Prabowo bisa meminang AHY menjadi cawapresnya. Hubungan kedua partai ini pun sempat intens. 

Namun sayang, Partai Gerindra dan mitra koalisinya, yakni PAN dan PKS tidak memilih AHY. Koalisi Indonesia Adil Makmur itu justru mengajukan calon pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Hal itu lantas membuat sejumlah elite Partai Demokrat merasa kesal. 

Baca Juga: Elektabilitas Lebih Rendah, Kenapa Anies Pilih Cak Imin Ketimbang AHY?

Salah satunya Andi Arief yang menjuluki Prabowo sebagai “Jenderal Kardus”. Partai Demokrat saat itu juga menyinggung isu mahar Rp500 miliar untuk PKS dan PAN demi mengizinkan Sandiaga Uno maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Tudingan itu langsung dibantah oleh PKS dan PAN. Kini, jelang Pilpres 2024, Partai Demokrat kembali diberikan harapan palsu usai bergabung dengan KPP untuk mengusung Anies. Mitranya, NasDem memilih Cak Imin sebagai cawapres.

Di sisi lain, analis politik Arifki Chaniago menilai nasib malang yang seringkali dialami Partai Demokrat. Menurutnya, hal itu tak lepas dari sikap mereka yang terkesan ingin mendominasi pemilu sehingga berujung sulit mengajukan kandidat.

Dalam konteks KPP, Arifki menilai, Partai Demokrat terlalu mematok target dengan 'AHY cawapres harga mati'. Sementara itu, anggota koalisi lainnya tidak hanya membutuhkan pemenuhan syarat pencapresan, melainkan juga terkait kemenangan.

Lalu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo pun memberikan pandangannya terhadap nasib malang Demokrat. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan partai tersebut kerap ditinggal koleganya dalam berpolitik.

Pertama, ia melihat AHY masih belum dipercaya anggota partai sehingga mereka tidak mau serius bekerja sama dengan Demokrat. Kedua, tidak ada jaminan suara yang kuat dari Demokrat untuk koalisi. Di mana selama ini perolehan mereka anjlok.

Kunto memberikan saran agar Demokrat tidak bernasib apes dalam berpolitik. Ia mengimbau partai itu bisa meningkatkan nilai AHY, yakni dengan memasukkannya ke pemerintahan. Sebab, publik perlu melihat rekam jejak AHY agar dapat dipercaya.

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI