Suara.com - PT Pertamina (Persero) akan mengganti BBM RON 90 atau Pertalite dengan kadar oktan lebih tinggi. Nantinya Pertamina akan menghadirkan BBM jenis terbaru yakni Pertamax Green 92 sebagai bagian dari program "Langit Biru".
Program itu sudah dimulai sejak dua tahun lalu ketika Pertamina menghapus BBM RON 88 atau Premium sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam aturan itu, produk BBM yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91. Namun wacana Pertalite diganti Pertamax Green 92 itu menuai pro kontra. Simak penjelasan berikut ini.
Subsidi Harus Tepat Sasaran
Wakil Presiden (wapres) Ma'ruf Amin buka suara terkait wacana Pertalite bakal diganti Pertamax Green 92. Dia menyebut yang terpenting bagi pemerintah adalah memastikan subsidi BBM yang dikucurkan benar-benar tepat sasaran untuk mereka yang berhak.
Baca Juga: Pertalite Dihapus Diganti Apa? Ini BBM yang Disebut Lebih Ramah Lingkungan
"Saya kira memang (Pertalite) kan masih subsidi, jadi sedang dipikirkan supaya tidak terus tetap mensubsidi, tapi subsidi itu nanti diberikan pada si orangnya, tidak pada komoditinya," ungkap Ma'ruf Amin dalam keterangan pers di Bangkalan pada Kamis (31/8/2023).
Ma'ruf kemudian mengatakan perlu ada perubahan pola pemberian subsidi dari kepada komoditasnya jadi kepada orang yang berhak menerima. Menurut dia, hal itu dilakukan agar subsidi yang disiapkan oleh pemerintah benar-benar tepat sasaran.
"Sebab kalau kepada komoditi, kepada barangnya, itu yang menikmati justru bukan yang berhak kira-kira begitu," ujar Ma'ruf Amin.
DPR: Tidak Efisien dan Mahal
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid atau akrab disapa Gus Nus menilai wacana Pertamina mengganti Pertalite jadi Pertamax Green 92 adalah sangat tidak tepat, tidak efisien dan mahal.
Baca Juga: Pertamina Perkuat Komitmen Pemberdayaan Masyarakat
Bahkan, Gus Nus menduga usulan Pertamina itu hanya akal-akalan saja untuk membuka ruang permainan bagi kelompok tertentu yang ingin mengambil untung dari kebijakan impor.
"Pertalite bahannya dari gasoline RON 90, memang tidak ramah lingkungan dan barangnya terbatas di dunia. Tapi kenapa gantinya Pertamax Green 92, bukan gasoline RON 92 ke atas yang diproduksi sama Kilang Pertamina?" tanya Gus Nus dalam Raker Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN pada Kamis (31/8/2023) kemarin.
Menurut Gus Nus, kebijakan itu cenderung dapat menguntungkan pihak asing. Alasannya, pertama karena bahan baku Pertamax Green 92 terdiri dari BBM gasoline RON 90 dicampur dengan bio etanol sebesar 7 persen.
"Produk gasoline RON 90 di dunia sudah terbatas, karena terbatas secara ekonomis tentu mahal. Kilang Pertamina pun sudah tidak memproduksi, ujung-ujungnya kita akan import dengan mahal. Berapa devisa yang harus keluar?" ujar dia.
Kedua, kebijakan itu dinilai Gus Nus tidak sesuai semangat PT Pertamina mengembangkan project RDMP Kilang Pertamina yang semangatnya transformasi dari Euro 2 menuju Euro 5 yang output-nya adalah BBM dengan RON 92-94.
Menurutnya, Pertamina justru melanggengkan impor BBM RON 90 meski nantinya dicampur bio etanol. Hal itu lantas dianggap tidak sejalan dengan semangat transformasi Pertamina sendiri.
Gus Nus menduga kebijakan itu diambil dalam rangka menguntungkan pihak-pihak tertentu yang selama ini memasuki gasoline RON 90 supaya tetap bisa berjalan meski sudah ada peraturan dari KLHK.
Sebagai ganti Pertalite, Gus Nus mengusulkan agar sebaiknya menggunakan BBM RON 92 yang bisa diproduksi Kilang Pertamina. Dengan demikian tidak perlu impor bio etanol dan BBM RON 90 dari luar.
Kontributor : Trias Rohmadoni