5 Fakta Rumah Ibadah Padang Dibubarkan: Kronologi Versi Pendeta vs Polisi

Ruth Meliana Suara.Com
Kamis, 31 Agustus 2023 | 17:35 WIB
5 Fakta Rumah Ibadah Padang Dibubarkan: Kronologi Versi Pendeta vs Polisi
Ilustrasi gereja. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berita ibadah dibubarkan kembali membuat publik riuh, dan kali ini terjadi di Padang, Sumatera Barat. Kala itu, jemaat GBI Solagracia Kampung Nias 3 Padang disatroni oleh massa yang datang ke rumah ibadah yang bertempat di sebuah rumah kontrakan.

Sekelompok massa tersebut menghentikan kebaktian yang tengah bergulir dengan khusyuk tersebut.

Kini terdapat perbedaan kronologi antara versi yang disampaikan oleh pendeta vs polisi.

Kronologi versi pendeta: Massa melempar kaca dengan batu

Baca Juga: Terjerat Dugaan Penipuan Sertifikat Tanah, Seorang Anggota DPRD Padang Dipolisikan

Hiatani Ziduhu Hia sang pendeta yang memberikan pelayanan firman di rumah ibadah tersebut memberi kesaksiannya terhadap kronologi insiden ini.

Sang pendeta kepada wartawan, Rabu (30/8/2023) mengungkap bahwa kejadian tersebut terjadi pada Selasa (29/8/2023) malam.

Kala itu, jemaat tengah melakukan pendalaman Alkitab sontak didatangi oleh beberapa kelompok masyarakat.

Ada seorang ibu-ibu yang mendatangi rumah ibadah tersebut dan melayangkan penolakannya terhadap kegiatan yang dilakukan. Suami sang ibu tersebut langsung mengaku bahwa rumah kontrakan tersebut adalah miliknya.

Pendeta dan beberapa perwakilan gereja langsung menjelaskan bahwa pihak RT dan pemangku kepentingan setempat juga sudah mendapat informasi bahwa rumah tersebut diperuntukkan sebagai tempat ibadah.

Baca Juga: Wulan Guritno Diperiksa Bareskrim Pekan Depan Terkait Promosikan Judi Online

Pendeta Hiatani juga menjelaskan bahwa ibu tersebut melempari jendela rumah ibadah dengan bongkahan batu besar. Beberapa bagian dari massa yang berkumpul bahkan membawa senjata tajam.

Pendeta: Empat kali beribadah, baru sekali jadi masalah

Hiatani juga menjelaskan bahwa rumah tersebut telah empat kali menjadi tempat diselenggarakannya kegiatan ibadah. Jemaat umumnya memanfaatkan rumah kontrakan tersebut untuk pendalaman Alkitab.

Namun, baru kali ini jemaat mendapatkan pertentangan dari oknum masyarakat sekitar.

Kronologi versi polisi: Tegaskan bukan pembubaran

Penjelasan berbeda diberikan oleh pihak kepolisian setempat.

Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Dedy Ardiansyah Putra menegaskan bahwa insiden tersebut bukan merupakan pembubaran atau pengusiran, tetapi terkait etika dalam masyarakat.

Dedy menjelaskan bahwa masyarakat mengeluhkan ibadah jemaat GBI Solagraci yang diselenggarakan dengan nyanyian pujian.

"Itu bukan pengusiran. Ini lebih ke masalah etika dalam bersosial masyarakat. Jadi, mereka (umat Kristiani) ini ngontrak. Menurut versi masyarakat di sana, mereka melaksanakan ibadah. Ibadah mereka kan nyanyi-nyanyi," katanya, Rabu (30/8/2023).

Terkait dengan pelemparan batu, Dedy menjelaskan bahwa pelempar adalah pemilik rumah sendiri.

Polisi: Kedua belah pihak saling lapor, kepolisian siapkan mediasi

Kedua pihak diketahui kini saling lapor dan melayangkan laporan ke polisi.

Dedy menegaskan pihaknya akan segera memfasilitasi proses mediasi supaya kasus ini bisa selesai dengan kekeluargaan.

"Kedua belah pihak juga akan saling lapor. Untuk sekarang kami akan lakukan upaya mediasi dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan," katanya.

Respon MUI soal insiden pembubaran ibadah di Padang

Ketua MUI Kota Padang, Japeri Jarab akhirnya buka suara terhadap insiden tersebut.

Japeri menegaskan bahwa masyarakat harus saling menghargai kegiatan agama lain selama itu tidak mengganggu dan menimbulkan kegaduhan.

"Masing-masing pemeluk agama harus menghormati kegiatan agama lain sepanjang tidak menimbulkan kegaduhan. Ini yang harus diterapkan dalam bernegara berdasarkan Pancasila," kata Japeri kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).

Japeri juga menegaskan kegiatan keagamaan yang mengganggu masyarakat harus ditertibkan.

"Etikanya, kalau kita membuat kegiatan keagamaan yang mungkin menganggu keamanan masyarakat luar, seharusnya dihentikan atau ditertibkan," ungkapnya.

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI