Harapan Baru Nasabah Polis Asuransi di Bawah Perlindungan LPS

Kamis, 31 Agustus 2023 | 13:53 WIB
Harapan Baru Nasabah Polis Asuransi di Bawah Perlindungan LPS
Logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Kantor LPS, Gedung Pacific Century Place, SCBD, Jakarta, [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peribahasa 'air susu dibalas air tuba' tampaknya sangat tepat menggambarkan apa yang dialami OC Kaligis. Rambutnya yang mulai memutih menjadi bukti kesetiaannya menabung di jaminan asuransi PT Asuransi Jiwasyraya sejak tahun 1967.

Sudah Rp 30 miliar total harta yang ia miliki selama menjadi pengacara ia percayakan di Jiwasraya. Bukannya mendapatkan imbalan yang setimpal dari perusahaan asuransi tersebut, siapa sangka uang OC justru macet dan tak bisa diklaim. Jiwasraya mengalami gagal bayar hingga terendus dugaan kasus mega korupsi.

"Saya sudah 12 kali kirim surat ke Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN tapi belum ada tanggapan serius. Jadi harus mengadu kemana lagi?" kata OC pada Senin, 16 Januari 2023 lalu.

Jiwasraya kekinian telah memasuki babak baru, yakni dialihkan ke perusahaan pelat merah PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). Perusahaan baru itu melaporkan telah membayar klaim polis Jiwasraya hingga Rp 7,57 triliun. Masih tersisa Rp 7,4 triliun polis yang belum dialihkan.

Kisah tragis OC yang tertipu polis asuransi hanyalah satu dari jutaan kisah pilu yang dialami oleh para nasabah polis asuransi lainnya. Ada banyak kasus perusahaan asuransi mengalami gagal bayar hingga membuat nasabahnya sengsara.

Jiwasraya mengalami gagal bayar pertama kali pada Oktober 2018 dengan nominal Rp 802 miliar. Angka tersebut membengkak menjadi Rp 12,4 triliun pada Oktober-Desember 2019.

Kasus besar lainnya yang mencoreng sektor asuransi adalah kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan kerugian mencapai Rp 13 triliun.

Potret kebobrokan asuransi di Indonesia memang sudah menjadi rahasia umum. Berangkat dari rentetan jejak kelam dunia asuransi, Presiden Jokowi meresmikan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada 31 Januari 2023 lalu. Salah satu poin penting dalam aturan tersebut adalah menambah penjaminan nasabah polis asuransi.

Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jumlah tertanggung perorangan dalam industri asuransi jiwa Indonesia telah meningkat sebesar 48,8 persen sejak pandemi Covid-19. Hingga tanggal 31 Maret 2023, industri asuransi jiwa mencatatkan jumlah tertanggung sebanyak 87,54 juta orang.

Jumlah tertanggung perorangan mencerminkan seberapa banyak individu yang mendapatkan jaminan kerugian dari perusahaan penyedia asuransi jiwa sesuai dengan perjanjian. Asuransi jiwa mulai banyak peminatnya. Itu artinya, penjaminan nasabah polis asuransi memang sangat dibutuhkan.

Salah satu nasabah polis asuransi, Aji Prakoso mengaku, lebih memilih menambah asuransi jiwa untuk keluarganya meskipun telah memiliki jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.

Memiliki asuransi jiwa tambahan dari perusahaan swasta menjadi sebuah keharusan, terlebih jika hidup di ibu kota yang membutuhkan akses serba cepat.

"BPJS Kesehatan terlalu kompleks prosedurnya, harus ke faskes 1 baru dapat rujukan. Kalau asuransi yang saya pakai, minta rujukan hanya perlu telekonsultasi online via aplikasi," ujar Aji saat berbincang dengan Suara.com, Kamis (31/8/2023).

data jumlah tertanggung asuransi jiwa
data jumlah tertanggung asuransi jiwa (Suara.com/Chyntia Sami)

Tugas Baru LPS

Lahirnya UU P2SK menggantikan 17 UU lainnya di sektor keuangan yang sudah lama tidak direvisi hingga 30 tahun lamanya. Dalam UU yang terdiri dari 27 bab dan 341 pasal tersebut memuat berbagai aturan untuk membenahi sektor keuangan Indonesia, salah satunya adalah perlindungan terhadap nasabah polis asuransi.

Sesuai dengan aturan tersebut, pemerintah menambahkan tugas baru penjaminan polis asuransi kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS adalah lembaga negara yang resmi beroperasi pada 22 September 2005 berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Sebelumnya, LPS hanya bertugas menjamin simpanan nasabah perbankan, kini LPS juga bertanggung jawab atas simpanan nasabah polis asuransi. Tugas baru LPS ini dinamai Program Penjamin Polis (PPP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menegaskan, kelahiran UU P2SK dijamin tidak akan mengganggu independensi dan peran otoritas-otoritas, dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan LPS.

"Perubahan dalam UU ini justru semakin memperkuat kredibilitas dari masing-masing otoritas," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Jakarta belum lama ini.

Dinukil dari laman resmi LPS, dalam penyelenggaraan PPP nantinya LPS akan berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi terhadap perusahaan asuransi dengan cara likuidasi.

Lahirnya UU P2SK memang sudah banyak dinantikan oleh publik, mengingat ada begitu banyak perubahan kondisi dan tantangan di sektor keuangan.

"Banyak yang bilang pemerintah terburu-buru mengeluarkan UU P2SK. Padahal bukan terburu-buru, tetapi ini sudah terlalu lama. Kita memang membutuhkan perubahan perundang-undangan. Saya kira waktunya sudah tepat," kata Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam dalam keterangannya di laman resmi Kemenkeu.

Bertambahnya tugas LPS menjadi melindungi nasabah polis asuransi juga bisa menjadi kabar baik di sektor asuransi. Kebijakan ini dapat menekan angka kerugian nasabah yang lembaga asuransinya mengalami gagal bayar.

"Ini angin segar buat sektor asuransi dan nasabahnya. Harapannya bisa segera dieksekusi tanpa mengganggu peran LPS dalam penjaminan perbankan," ungkap Piter.

UU P2SK (mediakeuangan.kemenkeu.go.id)
UU P2SK (mediakeuangan.kemenkeu.go.id)

LPS Siap Lepas Landas 2028

Ahli Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS, Jarot Mahendra menggambarkan secara garis besar perlindungan nasabah asuransi tidak akan jauh berbeda dengan kebijakan perlindungan untuk nasabah perbankan.

Nantinya, perusahaan asuransi yang menjadi peserta PPP akan ditarik iuran kepesertaan. Iuran yang dibebankan kepada perusahaan asuransi itu terbilang sangat murah, sehingga tidak akan membebani nasabah polis asuransi.

Jadi, nasabah polis asuransi tidak perlu khawatir PPP bakal menambah mahal premi asuransi yang diikuti.

"Enggak (berpengaruh ke nasabah) lah, itu kecil iurannya. Sama dengan premi penjaminan, itu enggak boleh dipasrahkan ke nasabah," kata Jarot kepada wartawan pada Kamis, 17 Agustus 2023.

Dalam skema premi penjaminan perbankan, LPS membebankan iuran untuk bank atau BPR peserta LPS sebesar 2 per 1000 per tahunnya.

"Itu sudah berjalan bertahun-tahun dan enggak ada masalah ya," imbuhnya.

Perlindungan untuk nasabah polis asuransi sendiri baru berlaku mulai 2028. Masih ada waktu bagi pemerintah, termasuk LPS bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk menyusun peraturan pelaksanaan.

Para perusahaan asuransi juga masih memiliki waktu yang panjang untuk merumuskan kebijakan dan memenuhi persyaratan agar bisa terdaftar sebagai asuransi yang dijamin LPS.

Ada beberapa syarat utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi jika ingin dijamin oleh LPS. Salah satunya adalah dinyatakan sebagai perusahaan asuransi sehat oleh OJK.

Logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Kantor LPS, Gedung Pacific Century Place, SCBD, Jakarta, [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Kantor LPS, Gedung Pacific Century Place, SCBD, Jakarta, [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Skema Penjaminan Polis Asuransi

Meskipun baru berlaku 2028, LPS sudah mulai menggodok aturan PPP untuk melindungi para nasabah polis asuransi. Hal itulah yang disampaikan Anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih dalam Virtual Seminar LPPI pada Jumat, 23 Juni 2023.

Lana merinci proses pemberian penjaminan polis dimulai dari pemeriksaan LPS terhadap perusahaan asuransi yang berada dalam status pengawasan. Di tahap ini, LPS mulai meracik persiapan PPP.

Apabila perusahaan asuransi tersebut telah dicabut izin usahanya, maka OJK akan menyerahkan penyelesaian kepada LPS. Jika suatu perusahaan asuransi kehilangan izin usahanya, OJK akan mengalihkan tanggung jawab penyelesaian PPP kepada LPS. Semua hak dan kewenangan perusahaan asuransi tersebut akan diserahkan kepada LPS.

Selanjutnya, LPS akan melakukan koordinasi terkait proses likuidasi dengan bantuan tim likuidasi. Wewenang LPS dalam proses likuidasi mencakup:

  • Menjalankan hak dan wewenang perusahaan asuransi, termasuk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau setara.
  • Menjual atau mengalihkan aset dan kewajiban perusahaan asuransi.
  • Memberikan dana untuk membayar gaji dan pesangon yang masih harus dibayarkan kepada karyawan.
  • Mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi aset perusahaan.
  • Membubarkan badan hukum perusahaan asuransi, membentuk tim likuidasi, dan menetapkan status perusahaan sebagai likuidasi.

Setelah proses likuidasi selesai, pemegang polis atau nasabah asuransi akan mendapatkan kembali premi sesuai dengan hak yang telah ditentukan dalam proses tersebut.

Lana menekankan bahwa hasil likuidasi akan didistribusikan sesuai dengan urutan kreditur. Perlu dicatat bahwa PPP tidak berlaku jika perusahaan asuransi memutuskan untuk melakukan likuidasi sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI