Suara.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim melakukan beberapa wacana perombakan terhadap pendidikan tinggi, salah satunya dengan kebijakan hapus skripsi.
Nadiem mengusulkan agar skripsi tak lagi menjadi syarat lulus bagi mahasiswa sarjana.
Sontak, publik kini terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu pro dan kontra. Uniknya, kubu pro datang dari para akademisi dan kampus, sedangkan kubu kontra datang dari masyarakat awam.
Adapun meski berwacana hapus skripsi, Nadiem tetap memberikan syarat kelulusan lainnya bagi mahasiswa sebelum menyabet ijazah.
Baca Juga: Skripsi Bukan Lagi Syarat Lulus Perguruan Tinggi? Ini Kata Nadiem Makarim
Nadiem juga menyerahkan keputusan final ke kampus masing-masing.
"Bisa berbentuk prototipe atau proyek, bisa dalam bentuk lain juga tak terbatas hanya skripsi atau disertasi," jelas Nadiem dalam acara peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26 yang digelar Selasa (29/6/2023).
"Tapi ini bukan berarti tidak boleh ada skripsi atau disertas, karena keputusan dikembalikan ke masing-masing perguruan tinggi," lanjutnya.
Kubu pro: Pejabat kampus-kampus mayoritas beri dukungan
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Jamal Wiwoho tak melayangkan keberatan sama sekali ke wacana yang ditelurkan Nadiem Makarim itu.
Baca Juga: Soal Skripsi Tak Wajib untuk Kelulusan Mahasiswa, Mas Menteri Nadiem: Jangan Keburu Senang Dulu
Jamal juga menegaskan pihak kampusnya akan menerima berbagai alternatif untuk syarat kelulusan mahasiswa Srata 1.
Kendati demikian, Jamal menilai ada konsekuensi ketika kebijakan tersebut dicanangkan, yakni menata ulang kurikulum yang ada.
Ia mengungkap bahwa sebenarnya UNS juga punya kebijakan tak wajib skripsi bagi beberapa jurusan. Beberapa jurusan tersebut membebaskan mahasiswa yang sudah punya karya nyata dari beban skripsi.
Senada dengan Jamal, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Martono menyambut baik kebijakan Nadiem.
Martono dalam keterangannya, Rabu (30/8/2023), mengatakan kampus menilai kebijakan Nadiem relevan dengan kebutuhan perguruan tinggi di era kekinian.
Martono juga menilai bahwa langkah Nadiem membuat kampus lebih fleksibel dan efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada.
Publik juga sontak bahagia dengan kabar baik yang digaungkan oleh Nadiem Makarim.
Beberapa warganet menuangkan kelegaan mereka lantaran menilai skripsi selama ini menjadi beban bagi mereka.
“Pak tolong cepat ditiadakan ya pak untuk skripsi, saya sudah stres banget pak skripsian,” tulis seorang warganet di kolom komentar unggahan Nadiem Makarim.
Warganet lain bahkan menilai kebijakan Nadiem positif bagi kesehatan mental.
“Bismillah pak semoga skripsi dihapus ya pak, tolong ya pak. Semoga bapak diberikan kesehatan dan saya juga diberikan kesehatan mental yang kuat juga pak,” tulis warganet lain.
Kubu kontra: Warganet
Sayangnya, tak sedikit juga warganet yang menilai kebijakan Nadiem sebagai kabar buruk.
Beberapa warganet di kolom komentar unggahan sang Menteri menilai kebijakan itu tak mendidik.
“Ya gini nih pendidikan tapi nggak mendidik,” bunyi salah satu contoh komentar negatif.
Ada warganet yang menilai kebijakan Nadiem membuat mental pemuda tak lagi kuat.
“Makin kesini makin kesana, ya gini nih yang buat mental generasi sekarang cengeng menye-menye," tulis lainnya.
Warganet lain bahkan menilai kuliah tak lagi seru ketika skripsi dihapuskan.
"Yah jangan lah pak, tetap adain skripsi, nggak seru kuliah nggak ada skripsi,” tulis warganet.
Kontributor : Armand Ilham