Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal yang digugat berkenaan dengan pembentukan tim seleksi (timsel) anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yaitu pasal 23 ayat (1), 28 ayat (1), 31 ayat (1), 32 ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3).
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Dalam sidang perkara nomor 74/PUUXXI/2023 itu, Hakim Suhartoyo mengatakan mahkamah memahami maksud dan tujuan pemohon yang mendalilkan pasal-pasal tersebut berdasarkan argumentasi pemenuhan prinsip desentralisasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 18 UUD 1945.
Baca Juga: Jelang 2024, Perludem Sebut UU Pemilu Paling Banyak Digugat di MK
Namun, dia menilai hal itu tidak boleh disamakan dengan pola pengorganisasian dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
"KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu yang didesain bersifat mandiri namun terikat dalam garis hierarki hingga KPU RI," ujar Suhartoyo.
Dia menjelaskan Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU 7/2017 tidak menimbulkan persoalan konstitusionalitas.
"Dengan demikian, menurut mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," tandas Suhartoyo.
Sebelumnya, kuasa hukum pemohon pemohon, Zico Leonard Djardo Simanjuntak mengatakan pemohon ingin untuk ikut serta pada seleksi pemilihan anggota KPU Kabupaten/Kota pada periode ini.
Baca Juga: Jika MK Putuskan Proporsional Tertutup, Bakal Caleg Hingga UU Pemilu akan Terimbas
Dia menilai menilai sistem yang berlaku akan menyebabkan terbentuknya tim seleksi yang inkompeten karena tidak mengetahui secara komprehensif keadaan di daerah tempat dilakukannya seleksi.