Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang meminta agar masa jabatan pemimpin partai politik dibatasi.
Dalam perkara 75/PUU-XXI/2023 itu, seorang dosen Muhammad Helmi Fahrozi, karyawan swasta E. Ramos Patege, dan mahasiswa Leonardus O. Magai selaku pemohon meminta agar pemimpin partai politik hanya boleh menjabat selama dua periode dengan pergantian periode selama lima tahun sekali.
“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Dalam konklusi putusannya, MK menyebut permohonan dari para pemohon dianggap tidak jelas atau kabur.
Baca Juga: Gugat Perppu Cipta Kerja ke MK, Gakenas Serahkan Kesimpulan Perkara
“Permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tambah Anwar.
Sebab, Mahkamah menilai permohonan yang diajukan dalam petitum a qui merupakan norma dalam Pasal 2 ayat (1b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 bagian BAB II tentang pembentukan partai politik.
Namun, persoalan yang diminta pemohon dalam perkara ini ialah bagian dari BAB IX soal kepengurusan partai politik.
“Apabila Mahkamah mengikuti keinginan para pemohon untuk memberikan pemaknaan baru terhadap normanPasal 2 ayat (1b) UU 2/2022, pemaknaan baru tersebut bukan merupakan bagian dari norma yang mengatur tentang pembentukan partai politik,” tutur Hakim Konstitusi Daniel Yusmic C Foekh dalam sidang pembacaan putusan tersebut.
Anwar menjelaskan pemaknaan baru tersebut makin sulit dibenarkan karena para pemohon ingin agar pengurus partai politik memegang jabatan lima tahun dan hanya bisa dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik scara berterut-turut atau tidak.
Baca Juga: Tak Tantang Capres Debat di Kampus, BEM KM UGM Pilih Ajak Sarasehan dan Sodorkan Kontrak Politik
“Hal demikian menunjukkan adanya pertentangan antara alasan-alasan mengajukan permohonan dengan hal-hal yang dimohonkan,” kata Anwar.