Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah menanggapi soal Budiman Sudjatmiko yang baru saja dipecat PDIP. Ia menyatakan dirinya juga pernah mengalami hal serupa, yakni saat dikeluarkan dari PKS pada 2016 lalu.
"Saya juga pernah dipecat (dari partai), jadi welcome to the club," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Fahri menyarankan Budiman mengambil jeda dari politik. Lalu, memikirkan akan bergabung partai atau mendirikannya sendiri. Kedua tokoh ini nyatanya memiliki kesamaan. Mulai dari pernah menjadi aktivis '98, dipecat partai, hingga kini mendukung Prabowo.
Para Mantan Aktivis '98
Baca Juga: Senasib Dipecat Partai, Fahri Hamzah Beri Sederet Wejangan Emas ke Budiman Sudjatmiko
Budiman Sudjatmiko merupakan salah satu aktivis reformasi yang saat itu lantang menentang kepemimpinan Presiden Soeharto. Dulu ia sempat bertolak belakang dengan Prabowo yang diduga menjadi aktor militer di balik penculikan aktivis pada 1998.
Selain itu, Budiman juga sempat mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Partai ini lahir dari organisasi politik sekitar tahun 1994 yang mewadahi sejumlah mahasiswa, buruh, aktivis, hingga petani. Mereka memiliki cita-cita tentang sosialisme.
Ia pernah ditangkap lantaran diduga menjadi dalang atas kerusuhan 27 Juli 1996 alias Kudatuli, di Kantor PDI. Ia pun divonis 13 tahun penjara, namun hanya menjalaninya selama tiga tahun sampai 1999 karena menerima amnesti dari Presiden Gus Dur.
Fahri Hamzah berasal dari Kecamatan Utan, Sumbawa, pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia kemudian merantau ke Jakarta usai diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Meski di sana minoritas, ia tetap percaya diri.
Setelah itu, ia mulai bertemu dengan tokoh-tokoh nasional berkat jaket almamater kuningnya. Mulai dari main di rumah sastrawan WS Rendra, menjadi santri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Ciganjur, hingga berguru pada Nurcholis Majid.
Baca Juga: Partai-partai yang Buka Pintu Siap Tampung Budiman Sudjatmiko: Pilih Mana?
Dari sana, Fahri membangun jaringan dan membentuk organisasi Islam, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Di mana saat reformasi, ia menjadi salah satu orator yang berapi-api untuk meminta Presiden Soeharto segera lengser.
Kompak Dukung Prabowo
Budiman resmi menyampaikan dukungannya untuk Prabowo beberapa waktu lalu. Ia bahkan telah mendeklarasikan relawan Prabowo-Budiman (Prabu) pada Jumat (18/8/2023) lalu di Marina Convention, Semarang, Jawa Tengah.
Sementara itu, Fahri Hamzah menyebut Partai Gelora akan segera
mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo dalam waktu dekat. Ia mengatakan dari negoisasi itu dihasilkan antara akhir Agustus atau awal September mendatang.
"Kami ini lagi bernego soal waktu, Pak Prabowo itu pulang dari Amerika itu tanggal 26 (Agustus). Tadinya, kami mau langsung (deklarasi) di tanggal 27 (Agustus). Tapi alternatifnya, juga tanggal 2 September," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Lebih lanjut, Fahri menyebut tidak ada sosok bakal calon wakil presiden (cawapres) khusus yang akan disodorkan Partai Gelora. Ia mengaku bakal menyerahkan urusan terkait kesesuaian sosok bakal cawapres kepada Prabowo Subianto sendiri.
Nasib Serupa Dipecat Partai
Buntut membuat gerakan mendukung Prabowo dalam Pilpres 2024, membuat Budiman Sudjatmiko berujung dipecat oleh DPP PDIP. Surat pemecatan ini turut diteken Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Sdr. Budiman Sudjatmiko, M.A. M.Phil. dari keanggotaan Partai Demokratis Indonesia Perjuangan (PDIP)," demikian isi salah satu poin surat itu.
Surat itu pun sudah dikonfirmasi langsung oleh Budiman Sudjatmiko. Ia membenarkan salah satu poin yang tercatat di dalamnya terkait pemecatan dirinya dari PDIP. Ia lantas mengucapkan terima kasih atas segalanya kepada partai tersebut.
Fahri Hamzah pun resmi dipecat dari jajaran PKS pada tahun 2016 saat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI. Pemecatannya dilakukan oleh Majelis Tahkim PKS melalui penandatanganan SK pada 1 April oleh Presiden PKS Sohibul Iman.
Keputusan itu berdasarkan pelaporan ke Badan Penegakan Disiplin Organisasi (BPDO) PKS. Kasusnya ini bukan karena mendukung Prabowo, tetapi Fahri Hamzah dinilai telah membela mati-matian Setya Novanto dalam perkara 'Papa Minta Saham'.
Tidak terima dengan pemecatannya, Fahri menggugat PKS untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 1,6 juta dan imateril Rp 500 miliar. Gugatan ini kemudian dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan di mana PKS wajib membayarnya sebanyak Rp 30 miliar.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti