SBY Ajak Bangsa Indonesia Lepas dari Belenggu Mitos Orde Baru

Jum'at, 25 Agustus 2023 | 11:23 WIB
SBY Ajak Bangsa Indonesia Lepas dari Belenggu Mitos Orde Baru
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY saat memberikan pidato kebudayaan di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (24/8) malam. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY meminta masyarakat Indonesia untuk tidak terbelanggu dengan mitos-mitos yang selama ini muncul dan dilekatkan kepada masyarakat Tanah Air. Menurut SBY, mitos itu peu dipatahkan, termasuk mitos yang muncul pada era orde baru.

Hal itu disampaikan SBY saat memberikan pidato kebudayaan di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023) malam.

Menurut SBY, selama ini ada dua mitos yang lahir pada zaman Orba dan kemudian berkembang. Mitos itu yang membuat masyarakat Indonesia harus memilih satu di antara dua pilihan untuk hidup bernegara.

"Ada dua mitos lain lagi, ini belum lama sebetulnya menghinggapi cara berpikir kita karena muncul pada masa Orde Baru, pada masa Soeharto. Ini tentang pembangunan," ujar SBY.

Baca Juga: Gegara Tanya Link Live Streaming Siaran Bola Voli, SBY Trending di Twitter

"Satu, hei bangsa-bangsa berkembang termasuk Indonesia, kalau Anda mau sejahtera, caranya membangun ekonomi, lupakan demokrasi. Kalian harus memilih, nggak mungkin dua-duanya. Kacau nanti. Itu mitos," kata SBY.

Sementara itu mitos kedua yang lahir pada masa yang sama ialah menyoal keamanan nasional.

"Kalau bangsa mau tentram, aman, stabil, ya kurangi kebebasan, kontrol kebebasan. Seolah-olah kita harus memilih, stabilitas keamanan yang baik atau kebebasan yang merusak stabilitas keaamanan," kata SBY.

Padahal, ditegaskan SBY, bangsa Indonesia tidak perlu memilih salah satu di antara dua pilihan. Masyarakat tetap bisa sejahtera dan ekonomi tumbuh dengan demokrasi yang terus berjalan.

"Apa betul kita harus memilih, kalau ekonomi tumbuh maka lupakan demokrasi? Atau kalau mau negara aman, nggak usah bicara kebebasan? Saya yakin, kalau ini, kita tidak harus memilih. Tidak," kata SBY.

Baca Juga: 5 Fakta Museum dan Galeri SBY-ANI: Mirip White House, Dinilai Jadi Museum Terbaik di RI

SBY mencontohkan bagaimana Indonesia tetap bisa mengambil semua pilihan, tanpa harus dilema ketika ia menjalankan amanah sebagai Presiden.

"Ketika saya dapat amanah memimpin Indonesia, saya ingat, ekonomi tumbuh baik, 6 persen. Demokrasi tumbuh baik. Saya bisa berdebat dengan siapapun dari negara manapun, pakar apapun, politisi manapun bahwa Indonesia bahwa kita bisa menghadirkan dua-duanya," kata SBY.

Begitu pula dengan pilihan antara stabilitas keamanan nasional atau kebebasan. SBY menegaskan bahwa keduanya dapat dipilih dan berjalan bersamaan

"Demikian juga stabilitas keamanan dengan kebebasan, hadir dulu. Tidak ada yang dikekang, tidak ada yang dikontrol. Artinya, dua mitos ini jangan jadi alasan pihak manapun untuk memaksakan sesuatu yang tentu bukan itu yang kita pilih di Indonesia," kata SBY.

"Kiranya jangan kita terbelenggu oleh mitos, jangan kita dihantui lagi oleh mitos itu. Bebaskan, patahkan. Kita bisa hadirkan ekonomi dengan demokrasi, stabilitas keamanan nasional dengan kebebebasan, penghormatan negara kepada hak-hak asasi manusia. Itu pengamatan saya," ujar SBY.

Selain mitos yang lahir pada zaman Orba, SBY turut memaparkan terkait mitos lain dalam pidato kebudayaannya.

Mitos pertama, kata SBY, yakni yang disampaikan oleh Mochtar Lubis pada tahun 1977.

"Kala itu, wartawan yang juga novelis senior itu menulis sebuah pidato kebudayaan berjudul “Manusia Indonesia”. Dalam pidatonya tersebut, Mochtar Lubis menggambarkan manusia Indonesia dengan enam watak, yakni munafik, enggan bertangung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, berkarakter lemah, dan berjiwa seni," kata SBY.

Mitos lainnya, masih pda tahun yang sama juga disampaikan oleh sosiolog Syed Hussein Alatas.

"Ia menulis buku berjudul “Mitos Pribumi Malas”. Dalam bukunya tersebut, Alatas justru menentang para kolonialis yang mencap pribumi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berkarakter pemalas, terbelakang, dan memiliki intelektualitas rendah," kata SBY.

SBY berujar sembilan tahun sebelumnya, peraih penghargaan Nobel, yakni Gunnar Myrdal, menulis buku berjudul “Asian Drama”.

"Melalui bukunya, Myrdal ingin menyampaikan bahwa kultur manusia di Asia ialah sulit untuk maju karena pengetahuan yang rendah, tidak berkarakter, dan miskin," ujar SBY.

SBY lantas menyampaikan pendapat dan pemikirannya berkaitan dengan tiga mitos tersebut. Menurutnya mitos yang diangkat pada saat itu berkaitan dengan konteks waktu, konteks ruang, dan konteks keadaan.

"Menurut saya, oleh karena itu, mungkin dulu begitu. Dekade demi dekade tentu terjadi perubahan, karena itu mitos yang serba negatif itu mungkin sekarang sudah banyak berubah atau masih ada dalam diri kita masyarakat atau bangsa Indonesia. Tapi saya pribadi melihat, tidak seperti yang dulu itu, yang jelas sudah ada perbaikan dan tranformasi," kata SBY.

SBY sekaligus mengajak agar masyarakat Indonesia mematahkan segala mitos-mitos yang bersifat negatif.

"Tiga mitos yang sudah saya sampaikan harus bisa kita patahkan. Paling tidak ada kesadaran, kalau ada yang kurang baik ya kita perbaiki, baik secara orang per orang, bangsa, dan negara," kata SBY.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI