Suara.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak kembali menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Senin (21/8/2023).
Johanis Tanak disidang etik Dewas KPK karena diduga berkomunikasi dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite yang sedang berperkara di KPK.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyebut, agenda sidang etik hari ini mendengarkan pembelaan dari Tanak.
"Agenda hanya pembelaan," katanya dihubungi wartawan, Senin (21/8/2023).
Dewan Pengawas KPK menargetkan persidangan dugaan pelanggaran etik Tanak ditargetkan rampung Agustus ini.
Sebelumnya, Tanak menilai Dewas KPK kelewat batas dalam memproses adanya dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukannya.
Tanak bahkan menuding Dewas sebagai instansi pemantau disebut telah membocorkan rahasia negara.
"Kalau hal itu dilakukan demi penyelidikan dan penyidikan silahkan. Tetapi ini tidak, kenapa dia ambil itu? Itukan termasuk ke dalam kualifikasi membocorkan rahasia negara," kata Johanis pada Minggu (20/8/2023).
Dia mengemukakan bahwa Dewas KPK telah mengambil kloning hasil penyadapan data ponsel Idris dari Kedeputian Informasi dan Data.
Baca Juga: Berkas Perkara Telah Dilimpahkan Jaksa KPK, Rafael Alun Segera Disidang di Pengadilan Tipikor
Menurut Johanis, tindakan tersebut sejatinya cuma bisa dilakukan untuk kepentingan peradilan tindak pidana korupsi dengan mengacu Pasal 12D ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Bahkan menurutnya, Dewas KPK dinilai tidak berhak membawa pesan tersebut ke persidangan etik karena bersifat rahasia.
Johanis menyatakan, pesan yang tidak berkaitan dengan tindak pidana korupsi harus dimusnahkan.
Karena hal tersebut, ia menegaskan bahwa instansi pengawas itu diyakini telah membocorkan rahasia negara.
"Perbuatan membocorkan rahasia negara diatur di dalam Pasal 112-115 KUHP," tegas Johanis.
Johanis juga mempermasalahkan pesannya dengan Sihite yang sempat beredar di media sosial, tetapi Dewas malah diam saja.
Masih menurutnya, sudah kewajiban Dewas KPK mencari pihak yang membocorkan percakapan tersebut. Lantaran itu, Johanis merasa kesalahannya sedang dicari.
"Kenapa ujug-ujug saya, seolah-olah Dewas mencari-cari kesalahan saya. Kenapa saya jadi terperiksa dalam masalah etik, seolah-olah saya bersalah," ujar Johanis.
Lebih lanjut, ia meyakini tidak semua anggota Dewas KPK sepakat persidangan etik itu harus digelar.
Buktinya, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, dan anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji tidak ikut mengadili.
"Menurut analisa saya, tentunya dia (Tumpak dan ISA) juga tahu bahwa hasil kloning dari HP Idris Sihite itu adalah rahasia negara sebagaimana diatur dalam UU KPK. Inikan rahasia negara, makanya mungkin itulah sebabnya mereka tidak mau terlibat hal itu," ujar Johanis.
Dewas diharapkan tidak melewati batasnya. Sebab, peraturan instansi tidak lebih kuat daripada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Tak hanya itu, Johanis menegaskan percakapannya dengan Sihite bukanlah pelanggaran. Sebab, dia bukan tersangka maupun terdakwa dalam kasus yang ditangani KPK.
"Sampai saat ini Idris tidak pernah jadi tersangka, apalagi terdakwa. Tidak pernah diperiksa sebagai saksi pada saat saya Whatsapp itu," tutur Johanis.