Suara.com - Bentrok antara warga dan aparat yang terjadi di Dago Elos, Bandung pada Senin, (14/08/2023) lalu menyebabkan setidaknya 4 orang warga sekitar menjadi korban luka-luka akibat aksi brutal yang dilakukan oleh tim gabungan Polrestabes Bandung dan Polda Jawa Barat.
Kasus ini pun kini mendapat perhatian dari publik karena hingga kini, belum ada kejelasan soal motif bentrok dan pelaku anarkis yang diduga berasal dari kalangan aparat keamanan.
Bentrok yang terjadi pada Senin malam ini juga menyebabkan banyak anak-anak dan ibu-ibu trauma. Kasus sengketa tanah ini pun masih dalam penyelidikan pihak Polda Jabar
Lalu, bagaimana awal mula kasus ini terjadi? Simak inilah selengkapnya.
Kasus ini berawal ketika sebuah keluarga bernama Keluarga Muller mendadak mengklaim sepetak tanah di daerah Dago Elos seluas 6,3 hektar merupakan warisan dari kakek mereka, George Hendrik Muller.
Hendrik Muller diketahui sebagai seorang warga negara Jerman yang sempat bertempat tinggal di Dago Elos selama masa kolonialisme.
Namun, selama hampir 50 tahun lebih, tanah tersebut tidak pernah dinasionalisasikan pasca kemerdekaan. Padahal, tanah tersebut bisa diklaim apabila sudah melewati prosedur nasionalisasi dan pencatatan ulang kewajiban pajak tanah.
Selama lebih dari 50 tahun, tanah tersebut ditelantarkan tanpa ada kejelasan. Hal ini pun membuat warga sekitar Dago Elos memanfaatkan tanah ini sebagai tempat tinggal dan menjadi sumber penghasilan mereka.
Namun pada tahun 2016, anggota keluarga Muller mendadak menggugat warga di daerah Dago Elos ke Pengadilan Negeri Bandung atas kepemilikan tanah tersebut. Pada 2017, Majelis Hakim PN Bandung pun akhirnya mengabulkan permohonan atas nama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller sebagai pemilik sah lahan di Dago Elos sebesar 6,3 hektar tersebut.
Baca Juga: Kronologi Kerusuhan Dago Elos Bandung, Polisi Tembakkan Gas Air Mata
Hal ini pun membuat warga sekitar Dago Elos mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) di tahun yang sama. Namun, banding pun ditolak.