Suara.com - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut rencana penerapan kerja dari rumah alias Work From Home (WFH) bukan demi mengurangi polusi udara. Sejatinya, kata Heru, kebijakan ini dibuat untuk mengurai kemacetan di ibu kota.
Hal tersebut dikatakannya saat menjawab anggapan WFH kurang efektif untuk mengurangi polusi udara.
"Kan bukan memecahkan solusi polusi udara. Mengurangi kemacetan," ujar Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Kebijakan WFH ini menjadi bagian dari pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta.
Baca Juga: Tak Cuma PNS yang WFH, Sebagian Besar Siswa di Jakarta Bakal Sekolah Online Mulai September 2023
Pemprov juga mengimbau perusahaan swasta juga melakukan WFH dan menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk siswa sekolah.
"Terkait nanti dengan KTT Pemda DKI karawannya WFH 50-50. Anak sekolah nanti juga (sekolah online). Begitu juga nanti (perusahaan) swasta," ucapnya.
Kebijakan WFH dan sekolah online ini rencananya dilakukan dua kali, yakni pada 28 Agustus sampai 7 September 2023.
Selanjutnya, dilanjutkan lagi pada bulan September sesuai usulan dalam rapat terbatas Heru bersama Presiden Joko Widodo selama tiga bulan.
"Khusus KTT kita mulai, kalau DKI saya minta pak Sekda mulai uji di 28 agustus masuk 50-50," tuturnya.
Baca Juga: Daftar 16 PLTU di Sekitar Jakarta, Biang Kerok Polusi Udara?
Pengaturan sekolah online tersebut nantinya, berkomposisi 50 persen masuk sekolah dan 50 persen di antaranya belajar di rumah.
Sementara, untuk WFH bagi PNS dan swasta akan menyesuaikan waktunya berdasarkan ketentuan.
"Ini Pemda manfaatkan untuk bisa berbagi yang masuk 50 persen yang WFH 50 persen. Setidaknya mengurangi kemacetan," pungkas Heru.
Meski begitu, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengkritik anjuran bekerja dari rumah untuk pekerja di Jakarta.
Menurutnya kebijakan ini tidak akan efektif mengurangi polusi udara di Jakarta yang sekarang sedang disorot karena memburuk.
Sebab, kata Trubus masyarakat akan tetap bermobilitas. Penggunaan kendaraan bermotor yang menjadi salah satu penyebab utama polusi udara masih tetap tinggi.
"Nggak akan banyak pengaruh krn kan pada akhirnya masyarakat tetap bermobilitas. Gmana caranya menekan masyarakat gak bermobilitas?" ujar Ujang kepada wartawan, Selasa (15/8/2023).
Menurut Ujang, memburukny polusi udara tak membuat masyarakat menahan diri untuk tidak keluar rumah. Kondisi ini berbeda dengan saat pandemi Covid-19.
"Dulu masyarakat mau karena ada Pandemi Covid sekarang dengan kondisi new normal dan betul-betul normal sudah gak ada masyarakat yang mau perusahaan swasta juga nggak ada yang mau," tuturnya.