Dipakai Lagi Buat 'Kondisikan' Massa, Bolehkah Polisi Tembakkan Gas Air Mata?

Farah Nabilla Suara.Com
Selasa, 15 Agustus 2023 | 17:13 WIB
Dipakai Lagi Buat 'Kondisikan' Massa, Bolehkah Polisi Tembakkan Gas Air Mata?
Breaking News! Pecah Rusuh di Dago Elos Bandung, Jalanan bak Medan Perang: Berawal dari Surat Era Hindia Belanda (Twitter @BandungBergerakID)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kerusuhan yang terjadi terjadi di Dago Elos, Kota Bandung pada Senin (14/8/2023) diduga diwarnai dengan represi aparat. Massa yang berkumpul di Polrestabes Bandung diduga ditembaki dengan gas air mata oleh oknum aparat kepolisian demi meredakan suasana.

Publik menilai bahwa penggunaan gas air mata tersebut tak sesuai dengan aturan. Lini masa media sosial kini dipenuhi dengan keluhan warga yang menilai bahwa pengguaan gas air mata tak boleh digunakan dalam negosiasi.

"Jika kalian mempunyai foto dan video tindak represif aparat yang hari ini menindak warga Dago Elos, Bandung, posting dan bagikan kesemua pihak platform digital sosial mediamu. Mari kita lawan bersama-sama. Penggunaan Tear Gas, sudah seharusnya tidak digunakan dalam bernegoisasi," cuit seorang warganet.

Lantas, bagaimana aturan pemakaian gas air mata yang resmi?

Baca Juga: Rusuh di Dago Elos Bandung, Tembakkan Gas Air Mata Masuk Rumah Warga, Balita Jadi Korban

SOP penggunaan gas air mata 

Pengguaan gas air mata oleh kepolisian ternyata harus memenuhi prosedur alias SOP.

SOP penggunaan gas air mata diatur oleh Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Aturan tersebut menyatakan bahwa ada lima tahapan yang harus ditempuh oleh seorang aparat kepolisian sebelum ia menembakkan proyektil gas air mata ke kerumunan manusia.

Sebagaimana yang diatur oleh Pasal 5 Bab II tentang Penggunaan Kekuatan Peraturan Kapolri tersebut, berikut 5 tahapan SOP penggunaan gas air mata.

Baca Juga: Dipicu Sengketa Lahan, Ini Kronologi Kerusuhan Dago Elos

  • Tahap 1: Tahap pertama adalah kekuatan yang memiliki dampak deterrent atau pencegahan,
  • Tahap 2: Tahap dua dari tindakan kepolisian berupa perintah lisan,
  • Tahap 3: Tahap ketiga merupakan tindakan kendali dengan tangan kosong lunak,
  • Tahap 4: Tahap keempat adalah tindakan kendali dengan tangan kosong keras,
  • Tahap 5: Tahap kelima adalah kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe, atau alat lain sesuai standar Polri,
  • Tahap 6: Tahap terakhir berupa kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri maupun masyarakat.

Polisi harus mampu menilai situasi sebelum memilih tahapan yang hendak ia ambil, sebagaimana yang diatur oleh Pasal 5 ayat (2).

Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (2) dijelaskan jenis-jenis ancaman yang disesuaikan dengan tahapan yang diambil oleh seorang polisi, yakni sebagai berikut:

  • Tindakan pasif dihadapi dengan kendali tangan kosong lunak,
  • Tindakan aktif dihadapi dengan kendali tangan kosong keras,
  • Tindakan agresif dihadapi dengan kendali senjata tumpul, senjata kimia, atau alat lain sesuai standar Polri,
  • Tindakan agresif yang bersifat segera dan dapat menyebabkan luka parah, kematian, atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain.

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI