KLHK Bantah Kualitas Udara Jakarta Terburuk Di Dunia: Itu Framing, Perlu Diluruskan

Senin, 14 Agustus 2023 | 09:41 WIB
KLHK Bantah Kualitas Udara Jakarta Terburuk Di Dunia: Itu Framing, Perlu Diluruskan
Ilustrasi kualitas udara Jakarta. [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merasa tidak terima kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk nomor satu di dunia pada Minggu (13/8/2023) pagi.

Direktur Jenderal Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro membantah Jakarta merupakan kota berpolusi nomor satu di dunia. Kata dia, hal tersebut hanya sebatas framing.

Sebaliknya, dia justru mengklaim dari tahun 2018 sampai 2023, kondisi kualitas udara di Jakarta masuk ke dalam kategori baik dan sedang.

"Kalau kita lihat mulai tahun 2018 sampai dengan 2023 itu sebetulnya kondisi di Jakarta itu lebih banyak di antara baik dan di sedang ya. Bahkan pada waktu Covid dan pra Covid lebih banyak udara dalam kondisi baik," ujar Sigit dalam tayangan YouTube KLHK dikutip, Senin (14/8/2023).

Baca Juga: Minggu Pagi Ini, Kualitas Udara Jakarta Terburuk Nomor 1 di Dunia

Sigit berpandangan, pengukuran kondisi kualitas udara di Jakarta itu tak bisa mengacu pada satu atau dua sumber. Dia menyebut ada metodologi dan kriteria ideal untuk mengukur kondisi kualitas udara.

Sigit lalu membeberkan data dari Index Visual Map (IVM) yang menurutnya memperlihatkan data kebalikan. Dalam data itu, kata sigit, Jakarta bukan lah kota paling berpolusi di dunia.

Sigit menyebut skor kontaminasi Particulate Matter (PM2.5) atau tingkat polusi di Jakarta lebih rendah dibanding dengan kota lain.

"Jadi pada waktu di Jakarta itu (skor PM2.5) 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India dan bahkan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272," ucapnya.

"Jadi artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan," ucap dia.

Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Penyakit Chef Renata Sampai Kambuh!

Meski begitu, Sigit mengakui memang ada peningkatan pencemaran udara di Jakarta. Dia bilang itu tak lepas dari kontribusi debu dan masifnya penggunaan transportasi pribadi.

"Ini ada korelasinya artinya faktor debu juga memberikan kontribusi terhadap indeks kualitas udara di Jakarta," kata dia.

"Karena ada efek kendaraan bermotor kemudian tidak bisa bergerak kemana-mana maka konsentrasi pencemaran udaranya meningkat bahkan bisa 10 kali dari kondisi yang ada," imbuhnya.

Sebelumnya, kualitas udara di Jakarta dilaporkan kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia pada Minggu (13/8) pagi. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.

Situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini tersebut pun mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.

Setelah Jakarta, kota dengan kualitas udara terburuk berikutnya adalah Dubai (UEA) dan Johannesburg (Afrika Selatan).

Sejumlah wilayah di Jakarta bahkan tercatat masuk dalam kategori sangat tidak sehat dengan indeks kualitas udara di atas 201, yakni Cilandak Timur dengan angka 206 dan Kebayoran Lama dengan angka 206.

Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut penyebab buruknya udara di Ibu Kota dalam beberapa waktu terakhir disebabkan karena terjadinya musim kemarau.

"Memang Juli hingga September biasanya itu musim kemarau sedang mencapai tinggi-tingginya. Sehingga memang berakibat pada kondisi udara kualitas udara yang kurang baik," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta Timur, Jumat (11/8).

Pemprov DKI Jakarta pun telah menyiapkan tiga strategi. Pertama, strategi peningkatan tata kelola yang berarti DLH DKI akan mengendalikan pencemaran udara melalui berbagai kebijakan dan regulasi.

Kedua, strategi pengurangan emisi pencemaran udara. Salah satunya dengan menggencarkan uji emisi dan penggunaan transportasi umum.

Terakhir, Pemprov DKI mengimbau kepada seluruh warga untuk mengecek kondisi kualitas udara melalui aplikasi sesuai standar nasional seperti Jakarta Kini (JAKI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI