Suara.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menanggapi gugatan masa jabatan anggota dewan maksimal dua periode yang saat ini bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunissa Nur Agustyati mengatakan, persoalan anggota dewan yang bisa terpilih beberapa kali sebagai anggota dewan merupakan tanggung jawab partai politik.
Sebab, partai politik memiliki peran untuk melakukan kaderisasi dan mencalonkan kadernya dalam pemilu calon anggota legislatif.
"Partainya mencalonkan orang yang itu-itu saja, nggak membuka ruang kepada kader baru untuk dicalonkan sehingga proses pergantian itu tidak terjadi," kata perempuan yang akrab disapa Ninis itu kepada wartawan, Jumat (11/8/2023).
Baca Juga: Ramai-ramai Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres ke MK, Ada yang Minta Turun 21 Tahun
Menurutnya, jika dilihat dari sudut pandang masyarakat, pemilih hanya bisa memilih calon-calon anggota legislatif yang disajikan oleh partai politik.
"Kalau parpolnya enggak mengganti siapa yang dicalonkan, akhirnya kalau dia kepilih ya berarti dia kepilih lagi," ujar Ninis.
Hal ini, lanjut dia, berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang sistem pemilu proporsional terbuka yang berkenaan juga dengan kepentingan partai politik.
"Jadi, MK bilang parpol ini kalau mencalonkan orang harus punya indikator dulu sehingga misalnya kemarin ada argumentasi kalau terbuka, dia pragmatis. Nah, MK tuh (menekankan) parpol ini harus membenahi internalnya," tutur Ninis.
Diketahui, Pasal 240 Ayat (1) dan Pasal 258 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat ke MK oleh seorang mahasiswa.
Baca Juga: Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres Digugat ke MK, PAN: Tidak Krusial
Dalam gugatannya, mahasiswa yang bernama Andi Redani Suryanata meminta MK membatasi masa jabatan anggota dewan maksimal dua periode.
Sebab, dia menilai tidak adanya batasan untuk jabatan anggota dewan akan membuka peluang mereka menyalahgunakan kekuasaan seperti melakukan korupsi dan menghambat regenerasi kepemimpinan.
Andi juga menganggap tidak adanya batasan ini merugikan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan kesempatan setara menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.