Suara.com - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengakui pihaknya tak bisa memenuhi desakan untuk membatasi jumlah kendaraan di jalan demi memperbaiki kualitas udara. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan pemerintah melakukan hal tersebut.
Menurut Syafrin, dalam hal ini pihaknya hanya bisa mengacu pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) nomor 22 tahu 2009. Dalam regulasi tersebut, tidak ada ketentuan untuk membatasi jumlah kendaraan.
"Apakah akan ada upaya pengurangan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat, kami sampaikan bahwa regulasi kita tidak mengatur demikian," ujar Syafrin di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat (11/8/2023).
Karena itu, sejauh ini pihaknya hanya bisa mengatur soal operasional kendaraan bermotor lewat kebijakan ganjil genap. Aturan ini juga merupakan salah satu upaya Pemprov DKI mengendalikan kualitas udara di Jakarta.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Makin Buruk, PDIP Minta Heru Budi Segera Batasi Jumlah Kendaraan di Jalan
"Jakarta saat ini sudah ada yang namanya ganjil genap pada 25 ruas jalan," tuturnya.
Selain itu, ada juga aturan mengenai larangan truk melintas di jalan tol atau arteri. Kedua kebijakan ini diperbolehkan karena masih mengatur operasional kendaraan.
"Jadi, lebih kepada pengaturan terhadap operasional, tidak kepada pembatasan produksi ataupun kepemilikannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI, Gilbert Simanjuntak mendesak Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono mengambil langkah serius atas kondisi polusi udara yang makin parah belakangan ini. Salah satu upaya yang menurutnya perlu didorong adalah dengan membatasi jumlah kendaraan di jalan.
Gilbert mengatakan, sumber polusi udara yang paling utama adalah kendaraan bermotor yang tiap hari berseliweran di Jakarta.
Baca Juga: Kualitas Udara Memburuk, Lebih dari 100 Ribu Orang di Jakarta Kena ISPA Tiap Bulan
"Jumlah kendaraan bermotor sangat mendesak untuk segera dibatasi melalui berbagai cara," ujar Gilbert kepada wartawan, Jumat (11/8/2023).
Upaya pembatasan kendaraan di antaranya dengan pelarangan parkir di pinggir jalan dan di jalan utama. Lalu, menaikkan tarif parkir jumlah yang besar, mengurangi lahan parkir, hingga menaikkan tarif tol pada jam berangkat dan pulang kantor.
"Tarif pajak kendaraan roda dua perlu naik tinggi. Untuk solusi transportasi publik, yang paling cepat bisa dilakukan adalah penambahan armada dan perluasan trayek/lajur bus, uji emosi yang ketat dan mempercepat pembangunan LRT, MRT," ucapnya.
Jika dibiarkan dan tak ada aksi nyata dari Pemprov DKI, Gilbert meyakini dampaknya tak hanya bagi kesehatan, tapi juga perekonomian Jakarta.
"Ini akan menyedot pendapatan per kapita masyarakat karena pemborosan bahan bakar akibat kemacetan, pemborosan APBN melalui naiknya biaya pengobatan akibat naiknya penyakit gangguan pernafasan, dan pertumbuhan ekonomi di Jakarta yang terdampak," pungkasnya.