Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memfokuskan pencarian Harun Masiku di Indonesia, setelah beredar informasi dari Divisi Hubungan Internasional Polri soal keberadaan buronan korupsi tersebut berada di dalam negeri.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengemukakan, lembaga antirasuah itu bakal berfokus dalam mencari Harun Masiku.
"Informasi terakhir itu, tentu nanti ke depan kami fokuskan pencarian di dalam negeri, kalau memang betul bahwa yang bersangkutan kemudian telah melintas ke dalam negeri," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Ali mengklaim, KPK sebelumnya mendapat informasi Harun Masiku berada di luar negeri, sehingga saat itu mereka mendatangi negara yang dimaksud.
Baca Juga: Soal Harun Masiku, Legislator PKB: Kalau Sudah Diketahui Tempatnya Ya Proses!
"Tim KPK langsung datang ke sana, beberapa orang, berkoordinasi dengan pihak otoritas di sana, langsung melakukan pencarian di beberapa lokasi, ternyata memang keberadaannya tidak ditemukan," sebutnya.
Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti menyebut Harun Masiku berada di Indonesia.
"Ada data perlintasannya yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada di dalam negeri," kata Krishna Murti.
Krishna Murti menyebut Harun Masiku pernah keluar dan masuk Indonesia.
"Setelah dia keluar, dia balik lagi ke dalam. Jadi dia sebenarnya bersembunyi di dalam tidak seperti rumor," katanya.
Baca Juga: Jejak Perjalanan Harun Masiku Bisa Keluar Masuk Indonesia Meski Jadi Buron KPK
Ditegaskannya, meski ada informasi Harun Masiku di dalam negeri, Polri tidak akan menghentikan pencarian di luar negeri.
"Tapi kami juga tidak menghentikan pencarian dari yang bersangkutan di luar," tegasnya.
Buron Tiga Tahun
Terhitung Harun Masiku telah buron kurang lebih tiga tahun. Dia ditetapkan sebagai tersangka penyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Januari 2020.
Suap itu dilakukannya untuk lolos ke DPR RI melalui pergantian antar waktu (PAW).
Pada kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka. Wahyu Setiawan selaku penerima suap telah divonis penjara selama 7 tahun dan denda Rp 200 juta.
Sementara Saeful Bahri dan Agustiani sebagai perantara juga telah divonis.
Saeful Bahri dipidana satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Sedangkan Agustiani empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta, subsider empat bulan kurungan.