Suara.com - Mahkamah Agung telah mengeluarkan keputusan permintaan Peninjauan Kembali atau PK dari kubu Moeldoko atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai kepengurusan DPP partai Demokrat. Hasilnya, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permintaan dari Kepala Staf Presiden (KSP) itu.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara MA, Suharto dalam konferensi pers yang digelar di gedung Mahkamah Agung, Kamis (10/8/2023). Selain menolak permintaan PK, Moeldoko Cs juga diminta membayar biaya perkara sebesar Rp2.500.000.
"Menolak permohonan peninjauan kembali dari Para Pemohon Peninjauan Kembali," ujar Suharto.
Dalam kasus ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pihak yang digugat oleh Moeldoko ke PTUN.
Baca Juga: AHY Bacakan Putusan MA Tolak PK Moeldoko, Kader Demokrat: Allahu Akbar!
Perkara nomor 150/G/2021/PTUN.JKT itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim yaitu Yosran; Anggota Majelis 1 Lulik Tri Cahyaningrum dan Anggota Majelis 2 Cerah Bangun. Adapun Panitera Pangganti adalah Adi Irawan.
KSP Moeldoko mengajukan PK atas putusan Nomor Perkara No.487 K/TUN/2022, yang telah diputus pada tanggal 29 September 2022 lalu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Melalui putusan itu, PTUN menolak gugatan Moeldoko untuk membatalkan keputusan Menkumham agar bisa melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) dengan tujuan mengambil alih Partai Demokrat yang dipimpin AHY.
Sebelumnya, Ketum partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meyakini akan menang menghadapi upaya hukum PK yang dilayangkan oleh kubu Moeldoko.
"Kami meyakini, tim hukum kami meyakini, Demokrat meyakini, masyarakat luas meyakini, para pakar hukum meyakini tidak ada celah sedikitpun secara hukum yang bisa memenangkan PK KSP Moeldoko," ujar AHY.
Baca Juga: Ferdy Sambo Batal Dihukum Mati, Jokowi: Saya Hormati Keputusan yang Ada
Pihaknya telah menang sebanyak 16 kali peradilan melawan gugatan kubu Moeldoko untuk kepengurusan partai berlambang bintang mercy tersebut.
"Mengapa (yakin)? Karena tidak ada novum baru, tadi setelah 16 kali kita bisa mengalahkannya di meja hukum," jelasnya.
Namun, keyakinan itu belum tentu sesuai harapan, mengingat persoalan yang sedang dihadapi bukan hanya urusan hukum, melainkan juga politik.
"Sehingga kami tidak boleh lengah dan harus membawa ini ke ruang terang. Jangan sampai ada keputusan-keputusan cepat dilakukan di ruang gelap, yang kemudian bukan hanya mengagetkan, tetapi juga benar-benar menghancurkan demokrasi kita. Ini bukan hanya pertaruhan Demokrat, tetapi bagaimana demokrasi bisa dijaga," katanya.