Suara.com - Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku terdeteksi di Indonesia. Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Krishna Murti menyebut Harun Masiku pernah keluar dan masuk Indonesia.
"Bukan keluar-masuk. Pernah keluar dan langsung kembali. Bukan keluar masuk," kata Krishna Murti di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/8/2023).
Krishna Murti tidak menjelaskan secara rinci, mengapa Harun Masiku yang berstatus buron, dapat keluar dan masuk ke Indonesia.
"Nah itu. Itu bagian yang silakan dicari tahu ke KPK," ujarnya.
Baca Juga: Buronan Harun Masiku Terlacak di Indonesia, KPK Siap Dalami Informasi Divhubinter Polri
Keberadaan Harun Masiku yang terdeteksi di Indonesia, berdasarkan data yang dimiliki Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Ada data perlintasannya yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada di dalam negeri. Jadi rumor-rumor yang beredar seperti itu, ya kami sampaikan," katanya.
Ditegaskan Krishna Murti, meski sudah mengetahui Harun Masiku diduga berada di Indonesia, pencarian di luar negeri tetap dilakukan.
"Kami tidak menghentikan pencarian terhadap yang bersangkutan di luar negeri," sebutnya.
Menanggapi hal itu, KPK menyebut bakal menindaklanjuti informasi yang disampaikan Divisi Hubungan Internasional Polri tersebut, termasuk bagaimana Harun Masiku bisa masuk dan keluar Indonesia.
Baca Juga: Buronan Harun Masiku Terdeteksi di Indonesia, Kadiv Hubinter: Setelah Dia Keluar Dia Balik ke Dalam!
"Iya secara teknis. Tadi kan sudah dijelaskan oleh Pak Krishna. Saya kira teman-teman harus memahami aspek yuridis bisa kami sampaikan ke teman-teman. Teknisnya tidak bisa kami sampaikan ke teman-teman. Secara teknis tidak akan kita sampaikan karena itu persoalan teknis," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Buron Tiga Tahun
Terhitung Harun Masiku telah buron kurang lebih tiga tahun. Dia ditetapkan sebagai tersangka penyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pada Januari 2020. Suap itu dilakukannya untuk lolos ke DPR RI melalui pergantian antar waktu (PAW).
Pada kasus ini, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Wahyu Setiawan selaku penerima suap telah divonis penjara selama 7 tahun dan denda Rp 200 juta.
Sementara Saeful Bahri dan Agustiani sebagai perantara juga telah divonis. Saeful Bahri dipidana satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Sedangkan Agustiani empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta, subsider empat bulan kurungan.