Suara.com - Jeje Govinda mengungkap isi hatinya di hadapan publik pasca diselingkuhi Syahnaz Sadiqah. Bersama Raffi Ahmad, Jeje mengeluarkan semua uneg-uneg yang dirasakannya hingga berujung mantap memaafkan Syahnaz.
"Yang pasti gue, satu, melupakan. Dua, memaafkan. Dan terakhir, mengikhlaskan," ungkap Jeje, dikutip dari kanal YouTube Rans Entertainment, Minggu (6/8/2023).
Bahkan blak-blakan Jeje juga mengaku tidak menyimpan dendam, termasuk kepada Rendy Kjaernett yang notabene pernah menjadi selingkuhan sang istri. "(Memaafkan) semua, gue nggak ada dendam sama pihak manapun," tegasnya.
Sikap Jeje ini kembali menjadikannya pembicaraan warganet. Tampaknya masih banyak yang tidak habis pikir dengan Jeje karena memilih memaafkan dan mempertahankan Syahnaz walau sudah berkali-kali mendua.
Baca Juga: Jeje Pilih Pertahankan Rumah Tangga Demi Anak Meski Sakit Hati Diselingkuhi Syahnaz
Namun sebenarnya, sikap manakah yang lebih mulia? Apakah seorang suami memang sudah seharusnya menceraikan istrinya yang tukang selingkuh atau masih diperbolehkan untuk bertahan?
Hal inilah yang dijawab oleh Buya Yahya di salah satu kajian unggahan kanal YouTube Al-Bahjah TV.
"Jika hati masih kuat untuk mendidik dia, maka itu jauh lebih bagus daripada dilepas tanpa didikan," tutur Buya Yahya.
"Sakit hati, iya pasti sakit, bagaimana tidak? Ada cinta, ada hati. Makanya tentunya harus ada komitmen baru, ada perjanjian, ada kesepakatan baru. Maka mendidik jauh lebih bagus," sambungnya.
Namun ada satu syarat penting yang harus terpenuhi apabila memilih opsi seperti Jeje, yakni memaafkan dan mempertahankan pernikahan untuk mendidik istri yang pernah berselingkuh.
Baca Juga: Dikatai Cowok Lembek, Rupanya Ini Alasan Jeje Govinda Tak Ceraikan Syahnaz Sadiqah
"Tentunya di saat ada tanda-tanda penyesalan. Kalau seandainya pasangannya tidak ada tanda-tanda penyesalan, ya tidak boleh dilanjutkan, itu namanya menyiksa diri. Apalagi kalau saling menyalahkan," jelas Buya Yahya.
"Tapi kalau ada penyesalan, ketahuilah bahwa sambutlah kerinduannya untuk bertaubat. Makanya bantu dia untuk bertaubat. Diterima lagi jika dia mampu. Ingat, kalau dia mampu," imbuhnya.
Lantas apa makna mampu di sini? "Bisa menyimpan itu (rasa) marah, bisa menyimpan sakit hatinya sampai kapanpun. Kalau tidak mampu jangan, lebih baik dicerai tanpa harus bercerita apapun," kata Buya Yahya.
"Ada dua pilihan, tentu yang utama prioritas adalah dia ditolong, mungkin kepeleset dia (sampai berselingkuh), itu jauh lebih bagus. Kalau ternyata nggak mampu atau nggak kuat, khawatir keluar dalam marahnya, maka berpisah dengan baik-baik, tanpa ada caci maki, tanpa ada menyebut kejelekannya," pungkasnya.