Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Joko Agus Setyono menyebut Jakarta International Stadium (JIS) dan Taman Ismail Marzuki (TIM) sudah salah kelola sejak awal proses revitalisasi.
Pernyataan itu disampaikan oleh Joko saat menanggapi catatan DPRD DKI Jakarta yang memandang kedua bangunan tersebut tidak memberikan keuntungan dan membebani keuangan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai pihak pengelola.
Joko menilai seharusnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hanya ditugaskan untuk membangun proyek infrastruktur dengan anggaran yang berasal dari pemerintah. Saatini, setelah infrastruktur dari aset DKI berhasil dibangun, BUMD juga ditugaskan untuk turut andil dalam pengelolaan.
Kini, JIS dan TIM yang diketahui menelan anggaran triliunan rupiah dalam pengelolaannya masih belum bisa memberikan keuntungan dari pemanfaatan penyewaan gedung.
Baca Juga: 4 Proyek yang Diresmikan Era Anies Dinilai Salah Sejak Lahir: JIS, TIM, hingga Velodrome
Stadion serta pusat kesenian dan kebudayaan tersebut saat ini juga masih harus mengeluarkan biaya operasional dengan nilai yang cukup besar di setiap tahunnya.
Oleh karenanya, keuangan perusahaan Jakpro dianggap menjadi kurang sehat dan tidak bisa lagi menghasilkan dividen.
Jejak Revitalisasi Taman Ismail Marzuki
Pemprov DKI Jakarta menugaskan badan usahanya, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk merevitalisasi TIM. Adapun total anggaran untuk melakukan revitalisasi tersebut mencapai Rp 1,64 triliun.
Peletakan batu pertama atau groundbreaking revitalisasi tersebut dilakukan pada 3 Juli 2019 lalu. Gubernur DKI Jakarta saat itu yakni Anies Baswedan menyelipkan sebuah harapan agar kawasan dengan luas 8 hektar tersebut menjadi tempat pertukaran ide dan juga pengalaman para seniman dunia.
Baca Juga: Jadi Beban Keuangan Jakpro, Sekda DKI: JIS dan TIM Salah Urus Sejak Lahir
Anies berharap bangunan tersebut tumbuh tidak sekedar menjadi bangunan tinggi tanpa isi, tetapi bisa hadir bersama generasi baru seniman berbakat Jakarta.
Namun, tak hanya itu yang menjadikan alasan Pemda DKI Jakarta turun tangan langsung merevitalisasi wajah tua Taman Ismail Marzuki. Kompleks yang dibangun pada zaman kepemimpinan Gubernur Jakarta Ali Sadikin di tahun 1968 tersebut bisa dibilang sudah mulai tidak layak huni.
Project Director Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Lucky Ismayanti menyebut bangunan tersebut sebagai bangunan-bangunan yang “memprihatinkan”.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Jakarta ingin menjadikan TIM bersolek menjadi pusat budaya dan juga edukasi. Sehingga mampu menjadi surga untuk para seniman dan juga bisa mengembalikan fungsi TIM sebagaimana seharusnya.
Belum juga lama berjalan, proses revitalisasi TIM langsung mendapatkan protes dari kalangan seniman dan juga budayawan. Adapun duduk perkaranya yaitu karena dalam proses revitalisasi tersebut ada rencana untuk membangun hotel bintang lima.
Para seniman yang selalu beraktivitas di TIM menentang adanya rencana pembangunan hotel tersebut. Mereka juga mengaku masih belum diajak diskusi oleh pihak pengelola dalam hal ini Jakpro.
Perwakilan seniman TIM saat itu, Radhar Panca Dahana menyebut pembangunan hotel bintang lima tidak ada kaitannya dengan budaya. Radhar menjelaskan seniman akan melawan apabila ruang kebudayaan dimanfaatkan secara komersil.
Namun, saat itu Anies menyebut pembangunan hotel dalam revitalisasi TIM dirancang agar para seniman yang berasal dari luar Jakarta mempunyai tempat untuk menginap. Hal tersebut dikarenakan kawasan TIM direvitalisasi untuk menjadi pusat kegiatan kebudayaan baik di taraf nasional maupun internasional.
Dimoratorium
Saat itu, para seniman merasa suara protesnya tidak didengar oleh Pemprov DKI, akhirnya mereka pun mengadu ke Senayan. Para seniman menyampaikan protesnya di hadapan Komisi X DPR RI. Mereka mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses revitalisasi TIM.
Tidak membutuhkan waktu lama, Komisi X DPR pun langsung memanggil Anies Baswedan, pihak Jakpro dan juga anggota DPRD DKI untuk membahas permasalahan revitalisasi TIM. Dalam rapat tersebut Komisi X meminta agar proyek revitalisasi dimoratorium.
Pihak Jakpro diminta untuk menghentikan sementara pengerjaan proyek sembari berdiskusi dengan seniman. Namun, ternyata pada Juli 2020 proyek revitalisasi TIM masih terus dilanjutkan dengan alasan sudah tidak diprotes oleh seniman.
Terbaru, kini hasil dari revitalisasi yang sudah berjalan dua tahun lamanya sudah mulai terlihat. Fasilitas utama yang menjadi point mencolok adalah gedung parkir yang berhadapan langsung dengan Jalan Cikini Raya. Tak hanya itu, ada juga gedung menjulang tinggi di sisi utara sebagai Gedung Perpustakaan dan Wisma Seni.
Proyek revitalisasi TIM ini menelan biaya sebesar Rp 1,64 triliun yang dibebankan pada APBD DKI Jakarta.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa