Suara.com - Polri menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Bripda IMS (23) buntut kasus tewasnya anggota Densus 88 Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (20) yang tertembak seniornya di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan keputusan ini diambil berdasar hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada Kamis (3/8/2023) kemarin.
"Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," kata Ramadhan kepada wartawan, Jumat (4/8/2023).
Selain itu, lanjut Ramadhan, KKEP juga menjatuhkan saksi berupa penahanan di tempat khusus atau patsus selama tujuh hari. Atas putusan itu Bripda IMS menyatakan banding.
Baca Juga: 5 Poin Catatan Keluarga Terkait Tewasnya Bripda Ignatius, Yakin Ada Kesengajaan
"Pelanggar menyatakan banding," ungkapnya.
Mabuk dan Pamer Senpi Ilegal
Dalam perkara ini, Polres Bogor diketahui telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya, yakni Bripda IMS dan Bripka IG (33).
Menurut penuturan Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro Bripda IMS sempat memperlihatkan senjata api atau senpi ilegal kepada dua temannya sebelum peristiwa tertembaknya Bripda Ignatius terjadi. Kedua orang tersebut masing-masing berinisial AN dan AY yang juga merupakan anggota Polri.
Rio menuturkan, Bripda IMS awalnya bersama AY berkumpul di kamar AN di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, pada Sabtu (22/7/2023) sekitar pukul 20.40 WIB. Ketika itu mereka bertiga mengonsumsi minuman beralkohol alias mabuk.
Baca Juga: Fakta Kasus Polisi Tembak Polisi, Keluarga Bripda IDF Sampaikan Pesan Ini
"Saat berkumpul tersebut mereka bertiga mengonsumsi minuman keras dan tersangka IM menunjukkan senjata api yang dia bawa kepada dua saksi, yaitu saksi AN dan AY dalam keadaan magasin tidak terpasang," kata Rio di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Setelah memperlihatkan senpi tersebut kepada AN dan AY, Bripda IMS kemudian memasukannya ke dalam tas dalam kondisi magasin terpasang.
Sekitar pukul 01.39 WIB, Bripda Ignatius datang. Berdasar keterangan AN dan AY, Bripda IMS saat itu kembali memperlihatkan senpi ilegal tersebut kepada Bripda Ignatius.
"Saat tersangka (Bripda IMS) menunjukkan senjata api terbaru kepada korban tiba-tiba senpi tersebut meletus dan mengenai leher korban ID, terkena pada bagian bawah telinga sebelah kanan menembus ke tungkuk belakang sebelah kiri," jelas Rio.
Peristiwa tertembaknya Bripda Ignatius menurut Rio hanya berlasung berkisar 3 menit. Perhitungan ini merujuk pada barang bukti rekaman CCTV dari lokasi kejadian.
"Terlihat pada rekaman CCTV saksi AN dan saksi AY keluar dari TKP pada pukul 01.43 lewat 1 detik. Jadi perkiraan kejadian berdurasi dari masuk sampai ada saksi yang keluar selama 3 menit lewat 53 detik," bebernya.
"Akibat kejadian tersebut korban ID meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit," imbuhnya.
Senpi Ilegal
Dalam kesempatan yang sama, Ramadhan menjelaskan bahwa senpi yang digunakan Bripda IMS merupakan jenis rakitan tanpa disertai surat alias ilegal. Bripda IMS mengakui kalau senpi ilegal tersebut milik seniornya berinisial Bripka IG.
Senpi tersebut kekinian telah disita Polres Bogor sebagai barang bukti. Selain senpi penyidik juga turut menyita bukti berupa selongsong peluru kaliber 45 ACP.
"Bukti 1 unit senjata api rakitan ilegal, 1 buah selongsong peluru kaliber 45 ACP, baju korban dan lain-lain," ungkap Ramadhan.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Bripda IMS dan Bripka IG telah ditahan di tempat khusus Provos Divisi Propam Polri. Selain terancam hukuman pidana mati, mereka juga berpotensi dipecat akibat melakukan pelanggaran etik berat.