Suara.com - Anggota DPR RI Guruh Soekarnoputra nampak emosi lantaran rumahnya yang berada di di Jalan Sriwijaya III, Jakarta Selatan, akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (3/8/2023).
Eksekusi itu menyusul kekalahan Guruh dari seterunya, yakni Susi Angkawijaya dalam hal sengketa properti.
Jelang eksekusi dilakukan, rumah seniman berusia 70 tahun itu dijaga ketat oleh puluhan orang. Ia menaku telah dizolimi terkait eksekusi itu.
"Saya merasa terzolimi. Saya berada di pihak yang benar, sedangkan lawan saya tidak," kata Guruh Soekarnoputra di rumahnya kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (3/8/2023).
Baca Juga: Dianggap Tidak Kondusif, PN Jaksel Tunda Eksekusi Rumah Guruh Soekarnoputra
Tak hanya dirinya, Guruh melanjutkan, eksekusi yang akan dilakukan juga akan menzolimi seluruh bangsa Indonesia.
Sebab, menurutnya, rumah yang ia tempati itu merupakan saksi bisu dari perjuangan ayahnya, yakni Presiden Soekarno.
Lantas seperti apakah duduk perkara yang berujung eksekusi rumah milik Guruh Soekarnoputra? Simak ulasannya berikut ini.
Menurut Guruh, sengketa rumahnya itu berawal dari urusan utang piutang pada 2011 lalu. Guruh tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal itu.
Namun dalam informasi lainnya disebutkan pada tahun yang sama, seseorang yang bernama Susi Angkawijaya mengklaim telah membeli rumah yang ditempati oleh Guruh.
Baca Juga: Rumahnya Dieksekusi Pengadilan, Guruh Soekarnoputra Bilang Begini
Namun Guruh mengaku tidak pernah mau menyerahkan kepemilikan rumah itu. Akhirnya kedua pihak bersengketa di pengadilan.
Namun dalam perjalanannya, Guruh selalu kalah dalam pengadilan, meski ia telah melakukan beberapa upaya hukum untuk mempertahankan rumahnya.
Hal itu diungkapkan oleh Pengacara Susi, Jhon redo,ketika ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/7/2023).
"Dalam gugatan di PN Jakarta Selatan kan mencakup di sini gugatan Pak Guruh yang ingin membatalkan jual beli tidak dikabulkan, naik banding di Pengadilan Tinggi DKI tidak dikabulkan, kasasi ke Mahkamah Agung tidak dikabulkan, ditolaklah, kemudian beliau PK setelah PK inkrah nih, dari Mahkamah Agung inkrah juga kasasi. Beliau PK, kita mengajukan eksekusi," kata Jhon Redo.
Merasa terus kalah di pengadilan, politikus PDI Perjuangan itu mencurigai adanya permainan mafia dalam kasusnya.
“Intinya adalah bahwa saya merasa di pihak yang benar dan saya terpanggil untuk memberantas mafia. Terutama dalam hal ini mafia peradilan dan mafia pertanahan dan mafia-mafia lainnya yang ada di negara ini," ujar Guruh jelang eksekusi rumahnya.
Selain mengeksekusi rumahnya, Guruh juga dihukum membayar ganti rugi materiil sebesar Rp23 miliar karena kalah dalam gugatan perdata melawan Susi Angkawijaya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan