Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara mengenai Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi yang tidak diproses di peradilan umum.
Sebelumnya Marsya Henri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan.
Namun setelah itu penetapan tersangka Marsdya Henri dianulir dan yang bersangkutan dikembalikan pada TNI.
Menurut Mahfud MD, alasan Henri tak bisa diproses diperadilan umum karena Undang-Undang Peradilan Militer hingga kini belum direvisi.
Hal itu dikatakan Mahfud ketika diwawancara awak media di markas Marinir, Jakarta pada Selasa (1/8/2023).
"Ada Undang-Undang TNI, yakni Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, di situ diatur bahwa untuk tindak pidana militer yang bersifat tindak pidana umum untuk anggota TNI yang melakukan tindak pidana yang bersifat umum itu diadili oleh peradilan umum," kata Mahfud.
Ia lalu menjelaskan kronologi peraturannya. Menurut Mahfud, Indonesia punya UU Nomor 31 Tahun 1997 yang mengatur mengenai semua tindak pidana yang dilakukan anggota militer harus diadili di peradilan militer.
Namun setelah itu terbit UU Nomor 43 Tahun 2004 yang mengamanatkan semua anggita TNI yang melakukan tindak pidana umum maka diadili di peradilan umum.
Dalam UU itu juga disebutkan kalau anggota TNI yang melakukan tindak pidana militer maka akan diadili oleh peradilan militer.
Baca Juga: Respons Istana Soal Kasus Rocky Gerung, Mahfud MD: Bisa Saja Delik Berkembang
Mahfud melanjutkan, meski ada aturan demikian, ada satu hal yang saat ini membuat anggota TNI tak bisa diadili peradilan umum, meski telah melakukan tindak pidana umum.