Suara.com - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengadukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata ke Dewan Pengawas KPK pada Rabu (2/8/2023).
Kuasa Hukum MAKI, Kurniawan Adi menyebut, laporan yang mereka layangkan karena Alex diduga menyalahi prosedur pada pengumuman Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi, dan anak buahnya, Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka korupsi di KPK.
"Pak Alexander Marwata telah melakukan tindakan di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Masda HH (Henri). Nah, walaupun dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI, tetapi apapun tindakan yang dilakukan oleh pak Alexander Marwata kami anggap telah melanggar kode etik yang berlaku di KPK," kata Kurniawan ditemui wartawan di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Mereka mempertanyakan dasar pengumuman Henri dan Afri sebagai tersangka.
Baca Juga: Koordinator MAKI Laporkan Firli Bahuri Cs ke Dewas Gegara Kasus Basarnas
Apalagi, Alex mengakui surat perintah penyidikan atau sprindik keduanya belum diterbitkan saat diumumkan KPK sebagai tersangka.
"Jadi seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka itu, apabila tahap penanganan perkara sudah tahap penyidikan. Tidak bisa dilakukan tanpa adanya sprindik itu," kata Kurniawan.
"Karena itu melanggar hak asasi manusia, karena pada saat penetapan tersangka, maka terdapat upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik terhadap orang tersebut. Mau penangkapan, penahanan, penyitaan dan macam-macam," jelasnya.
Lebih jauh, berdasarkan dokumen yang ditunjukkan Kurnia kepada awak media, laporan mereka sudah diterima oleh Dewan Pengawas KPK. Kurnia berharap laporan mereka ditindaklanjuti hingga sidang etik.
"Soal bentuk sanksinya apakah pemberhentian atau apa, itu kewenangan dari Dewan Pengawas KPK. Jelas mereka diberikan sanski terkait (polemik kasus di Basarnas," kata Kurnia.
Baca Juga: Danpuspom TNI Tegaskan Kabasarnas Dan Letkol Afri Bakal Disidang Di Pengadilan Militer
Sebagaimana diketahui, setelah menjadi kontroversial, Henri dan Afri sudah berstatus tersangka korupsi berupa suap di Puspom TNI. Status keduanya diumumkan Danpuspom TNI, Marsekal Muda TNI Agung Handoko dalam konfrensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
Diduga Terima Suap Rp 88 Miliar
Henri dan anak buahnya, Afri menjadi tersangka dugaan penerima suap. Pada saat Afri terjaring operasi tangkap tangan (OTT), penyidik menemukan uang Rp 999,7 juta. Selain itu keduanya juga diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar.
Suap tersebut diduga untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17, 4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Tersangka pemberi suap tiga orang petinggi perusahaan, yaitu Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.
Informasi dan penyidikan yang dilakukan KPK pada rentang waktu waktu 2021 hingga 2023, Henri dan Afri juga diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa.