Suara.com - Terdapat satu pantangan yang berkembang di antara masyarakat Jawa, yakni menggelar hajatan atau menikah saat bulan Suro alias bulan Muharram.
Namun seperti apa pandangan ajaran Islam terhadap pantangan tersebut? Hal inilah yang dijawab oleh Ustaz Khalid Basalamah, seperti dilihat dari video Short YouTube unggahan kanal @bimbingansalaf3786.
"Ada keyakinan sebagian orang, menurut mereka bulan yang panas, ini saya pernah dengar, sehingga mereka tidak mau menikah di bulan Muharram, tidak mau pindah rumah di bulan Muharram," ucap Ustaz Khalid Basalamah, seperti dikutip pada Selasa (1/8/2023).
"Pokoknya tidak mau beraktivitas padahal positif secara syariat di bulan Muharram. Saya tidak tahu di suku-suku lain, tapi ini ada kebiasaannya," lanjutnya. "Padahal seharusnya ini tidak boleh ada."
Baca Juga: 10 Potret Mesra Michelle Yeoh dan Jean Todt yang Resmi Menikah Setelah 19 Tahun Tunangan
Lantas seperti apakah hukumnya? Menurut Ustaz Khalid Basalamah, bulan Muharram sebenarnya adalah bulan yang sangat baik.
"Di bulan ini justru paling mulia kalau Anda menikah. Bulan Muharram bulan yang mulia. Anda boleh menikah, Anda boleh pindah rumah, Anda boleh memulai usaha," terang Ustaz Khalid Basalamah.
"Yang tidak boleh sama sekali (adalah) thiyarah, menggantungkan nasib pada waktu (tertentu), ini yang tidak boleh ketika menganggap ada kesialan (pada bulan Muharram)," sambungnya.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa menikah pada bulan Suro atau Muharram sebenarnya tidak masalah. Sementara menurut Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Dr. Sunu Wasono, anggapan tersebut adalah mitos oleh sebagian masyarakat.
Sedangkan Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Bani Sudardi, menilai orang Jawa umumnya salah dalam menganggap larangan menikah sepanjang bulan Suro.
Pasalnya anggapan ini berkembang dari perhitungan primbon selaki rabi. Pada dasarnya setiap boleh diperbolehkan menikah, tetapi memang ada beberapa tanggal dan hari yang dianggap pantangan.