Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai pengadilan militer lebih steril dari intervensi politik dan publik daripada pengadilam umum.
Mahfud berbicara terkait pengadilan militer untuk kasus dugaan suap pengadaan barang yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya Letkol Afri Budi Cahyanto.
"Kesan saya pribadi peradilan militer itu kalau sudah mengadili biasanya lebih steril dari intervensi politik, biasanya lebih steril dari tekanan masyarakat sipil," kata Mahfud usai memantau latihan gabungan TNI di Situbondo, Jawa Timur, lewat siaran YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (1/8/2023).
Mahfud meminta masyarakat menyerahkan proses penanganan perkara itu kepasa TNI.
"Oleh sebab itu kita percayakan ini kepada peradilan militer dan kita semua akan mengawalnya dari luar," lanjutnya.
Sebelumnya, Mahfud menjelaskan alasan Henri dan Afri tidak bisa diadili di pengadilan umum.
Mahfud menyebut ada Undang-Undang (UU) Peradilan Militer yang belum direvisi dan menyatakan prajurit TNI yang melakukan tindak pidana baik umum maupun militer harus diproses di pengadilan militer.
"Ada aturan di dalam Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang tersebut (UU TNI), disebutkan sebelumnya ada Undang-Undang Peradilan Militer yang baru yang menggantikan atau menyempurnakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, itu masih dilakukan oleh peradilan militer," ujar Mahfud.
Berikut bunyi pasal tentang aturan tindak pidana prajurit berdasarkan UU 34 Tahun 2004 Tentang TNI:
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Alasan Kepala Basarnas Tak Bisa Diadili di Pengadilan Umum
Pasal 65
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
(3) Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.