Suara.com - Rocky Gerung tengah menjadi sorotan usai menyebut kata "bajin*an tol*l" yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dalam orasinya pada sebuah seminar di Bekasi. Saat itu, ia tengah mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak mendukung buruh serta rakyat kecil.
Video orasinya sempat diunggah melalui kanal YouTube Rocky Gerung Official. Imbas perkataannya itu, ia pun dilaporkan oleh sejumlah relawan Jokowi ke Bareskrim Polri. Salah satu dari mereka, yakni Barisan Rakyat Jokowi Presiden atau Bara JP.
Namun, laporan tersebut ditolak Bareskrim Polri karena menurut mereka, perlu ada klarifikasi dari yang merasa dirugikan. Dengan kata lain, harus Jokowi sendiri yang melapor. Lantas, seperti apa orasi lengkap Rocky Gerung yang disebut menghina Jokowi?
Isi Pernyataan Lengkap Rocky Gerung
Baca Juga: TNI Buka Suara Usai Jokowi Berencana Evaluasi Penempatan Perwira Di Lembaga Negara
"Oke terima kasih teman-teman, 10 Agustus kita bikin gara-gara. Kita cari gara-gara. Seluruh kesempatan untuk diskusi sudah kita lalui, diskusi dengan Menteri, diskusi dengan dirjen, dengan kabinet diskusi dengan anggota DPR, hasilnya diabaikan. Maka saatnya kita bikin gara-gara.
Apakah gara-gara itu konstitusional? Gara-gara itu disediakan oleh sejarah untuk berperkara, kita bikin gara-gara untuk buka perkara.
Berperkara dengan siapa? Berperkara dengan Presiden Jokowi. Berperkara dengan menteri biasa tuh, tapi kita mesti hidupkan harapan bahwa hanya dengan berperkara, kita bisa mempersoalkan kembali seluruh kebijakan bangsa ini, yang dikhianati oleh pemimpin tertinggi. Itu dasarnya.
Jadi, semua kegelisahan kita karena kita tidak tahu siapa yang mesti kita arahkan untuk berperkara pada akhirnya begitu.
Kalau kita jumlahkan seluruh massa, tapi kita tidak tahu arah kita berperkara ke mana maka akan diabaikan energi dari kumpulan masa itu tadi.
Baca Juga: Dipolisikan Buntut Tudingan Hina Jokowi, Refly Harun: Yang Dikritik Itu Jabatannya, Bukan Pribadinya
Jadi sekali lagi ini konsolidasi bukan sekedar upaya untuk merawat kebersamaan yang memang udah ada, tapi konsolidasi untuk mengarahkan musuh dari buruh itu siapa.
Secara ideologis musuh buruh adalah para kapitalis. Tetapi siapa yang menghalangi buruh berkelahi dengan kapitalis? Ya kekuasaan yang menghalangi.
Seluruh sejarah perburuhan dunia adalah konfrontasi, artinya proletar dengan kapitalis,antara buruh dengan pemilik modal.
Dan konfrontasi itu dibikin lembek oleh kekuasaan, melalui apa? Melalui regulasi. Jadi regulasi itu adalah upaya untuk menghalangi konfrontasi historis antara pekerja dan majikan.
Jadi bagian itu kita endapkan dulu. Yang kita sebut regulasi hari ini itulah di bidang perburuhan. Kemarin di bidang kesehatan dibikin, nanti di bidang pendidikan.
Jadi seluruh hal yang pernah diucapkan oleh Jokowi yang disebut sebagai revolusi mental berhenti karena dia tidak ingin ada konfrontasi antara mereka yang ditindas dan mereka yang menindas.
Manusia yang berupaya menutupi kejahatan dia lebih buruk dari keledai.
Kita coba ucapkan hal itu secara lantang tentu ada konsekuensinya, saya bisa ditangkap tiap hari.
Tapi kita mesti ambil risiko, kalau kita ingin ada perubahan satu kali dalam sejarah buruh di tahun 2003 pernah membuat perubahan, langkah itu yang akan kita tempuh 10 Agustus nanti.
Apa bukti-bukti itu? Saya coba kasih beberapa cerita kecil ya. Satu waktu saya turun di bandara Banyuwangi
Jawa Timur. Saya mau kasih kuliah di Jember.
Seorang buruh sawit dari Sumatera halangi saya. 'Bung saya mau bicara' Tadinya saya pikir dia intel. 'Bukan saya pekerja perkebunan'.
Oke pak, sambil gemetar dia bilang saya mau ceritakan sesuatu karena saya udah dua jam turun dari
pesawat hendak pergi ke Jember untuk menjemput satu dari dua anaknya yang sekolah di Jember.
Saya mulai duga ini ada apa ini, ada problem keluarga. Dia bilang begini, Pak Rocky apa yang saya ucapkan
pada dua putra saya kalau satu di antara mereka saya bawa pulang ke Sumatera? Lho kenapa.
Begini waktu saya memutuskan bersama istri saya dan keluarga besar untuk menyekolahkan dua anaknya ke Banyuwangi, saya memutuskan itu karena janji Jokowi bahwa harga sawit akan stabil mungkin di (tahun) 2000 waktu itu.
Jadi bapak ini merencanakan ekonomi keluarga, berdasarkan janji presiden pada waktu itu. Tiba-tiba harga sawit turun sampai Rp 700-900 per kg.
Bayangkan. Dia musti bawa pulang satu dari dua anaknya. Masalahnya adalah apa yang musti dia pilih, anak yang mana yang musti dikorbankan.
Malam sebelumnya pasti dia bertengkar dengan istrinya itu anak yang mana ayah? Hanya boleh ada satu anak yang sekolah karena harga sawit turun.
Lebih lanjut ada pertanyaan, kalau anak yang satu itu diambil di bawa pulang ke Sumatera apa kata teman-temannya? Narkoba? DO? Bikin kejahatan? Ayah itu bingung.
Dia mesti memilih yang mana yang mau bawa pulang. Kalaupun dibawa pulang ke Sumatera, lingkungan tetangga di situ (pasti pada nanya) 'kok pulang? Bodoh ya anakmu'.
Jadi anda bayangkan bahwa kebijakan negara yang menjadi patokan pembuatan rencana keluarga berantakan karena tidak ada jaminan negara tentang merosotnya pendapatan si buruh. Konkritnya begitu.
Nanti kita dengar uraiannya, pasti Jokowi akan bilang harga sawit turun karena permintaan dunia berhenti. Oleh karena itu salah sendiri Pak petani, kenapa nggak menduga bahwa permintaan dunia akan berhenti.
Dia masalahkan si petani itu, padahal dia yang janji bahwa harga akan stabil dan dengan kondisi itu sang petani sawit mampu membayangkan masa depan anaknya. Dua tahun kemudian dia akan jadi manajer, tiga tahun kemudian dia akan jadi pemimpin perusahaan.
Mimpi seorang buruh tani di Sumatera dibatalkan oleh ketidakkonsistenan Presiden Jokowi.
Hal yang sama sekarang berlaku pada pegawai-pegawai tinggi manajer-manajer di sepanjang Thamrin yang juga berharap setelah dia pensiun dia masih bisa menyekolahkan anak-anaknya, karena dia akan dapat 1 miliar.
Sekarang dengan 25 juta mungkin ada anak yang belum kawin dan dia janjikan pada waktu itu 'Kamu akan menikah setelah Ayah pensiun karena Ayah punya satu miliar'.
Sekarang dia cuma dapat 25 juta, mau bikin di mana pernikahannya? Anaknya akan tagih, 'ayah mana uangnya saya mau menikah sekarang?' 'Tunggu 10 Agustus.' kata ayahnya.
Anaknya akhirnya mengerti bahwa bukan kesalahan ayahnya tidak menabung tapi tabungannya dirampok oleh kebijakan Omnibus Law.
Kita ada di sini di dalam keadaan kebimbangan, sementara Presiden Jokowi tidak pernah perduli permintaan buruh. Dia berupaya untuk menunda Pemilu karena dia belum dapat kesepakatan dari ketua-ketua partai siapa yang akan melindungi dia. Ketika dia lengser.
Apakah Ganjar melindungi dia? Apakah Prabowo melindungi dia? Apakah Anies melindungi dia. Tekanan politik massa akan membuat presiden-presiden itu tidak akan mungkin melindungi Jokowi.
Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa nggak ada yang peduli nanti. Tetapi, ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya dia masih pergi ke China buat nawarin IKN.
Dia masih mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisian lain untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia memikirkan nasibnya sendiri dia enggak pikirin nasib kita.
Itu bajingan yang tolol, kalau dia bajingan pintar dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat. Tapi bajingan tolol itu sekaligus bajingan yang pengecut. Ajaib bajingan tapi pengecut.
Jadi teman-teman kita harus lantangkan ini. Saya percaya bahwa 10 Agustus nanti akan ada kemacetan di jalan tol. Bukan saya percaya, saya inginkan lebih baik macet di jalan tol daripada macet di jalan pikiran.
Kita perlukan itu. Sejarah menunggu kita dan siapa yang dipanggil sejarah dia musti mewakafkan waktu dan tenaganya untuk memungkinkan sejarah itu menempuh jalurnya sendiri.
Tidak ada perubahan tanpa gerakan. Saya bisa kasih kritik macam-macam tapi kekuasaan hanya berubah kalau ditandingi oleh massa. Kekuasaan selalu takut pada massa, sejarahnya begitu sunnahnya begitu.
Jadi hari ini kita lakukan konsolidasi dalam upaya memastikan bahwa tidak akan ada yang mampu menghalangi gerakan buruh tidak ada yang mampu menghalangi tuntutan keadilan, tapi kita sebut ini seminar supaya gak kena delik.
Bayangkan saja, dalam upaya untuk menghasilkan keadilan pun kita mesti zig-zag. Paling di depan kita ini adalah kita marah pada keadaan.
Seminar artinya Senyum Mira dan Nanti karena kita marah sambil tersenyum. Kita marah terhadap keadaan kita tersenyum dan akan ada perubahan. Kita mampu.
Jadi teman-teman masih ada waktu. Yang terakhir di ujung analisis kita, di ujung intuisi politik kita, kita mesti bertanya Pemilu jalan apa tidak? Sama, saya berpikir juga tidak.
Tetapi kita menghendaki perubahan politik. Jadi kalau Pemilu terhalang oleh ambisi presiden sendiri, Pemilu ini akan batal karena ambisi presiden belum maksimal.
Apa yang kita lakukan? People power. Dan people power itu dimulai dari Agustus. Jadi kita buka pintu itu bahwa Anda akan disalib oleh mereka yang menunggu di tikungan tidak jadi soal karena sejarah akan kembali meluruskan jalan Anda.
Jadi teman-teman, saya berpikir bahwa satu waktu sejarah Indonesia akan ditulis kembali bahwa gerakan reformasi di 20 Mei 1998 ditulis ulang oleh gerakan buruh 10 Agustus.
Ada janji dari kota Bekasi, bahwa janji ketika pemuda-pemuda itu menculik Soekarno untuk memberi dia energi buat sekarang merdeka, gak usah pikir-pikir lagi.
Demikian juga energi dari Bekasi hari ini. Kita pastikan bahwa tuntutan keadilan tidak mungkin dihalangi oleh kedunguan-kedungan di istana. Kita lakukan itu hari ini.
Dan dengan tekad yang baik. Niat kita kuat peralatan kita cukup,lalu kenapa kita ragu, satu langkah gerak di aspal itu akan membekaskan sejarah.
Seribu langkah kelak akan membuat perubahan. 300 ribu akan menggemparkan dunia, demikian seterusnya. Apalagi kalau seluruh kenikmatan itu kita pertontonkan pada generasi baru.
Mereka akan ikut. Ada kegelisahan emak-emak, ada kalkulasi yang belum sempurna oleh mahasiswa, tetapi buruh selesai dengan problem itu dan emak-emak akan ikut di belakang.
Bayangkan hari pertama 100 ribu turun ke jalan emak-emak kasih kita Aqua. Itu menunjukkan bahwa seluruh bangsa ini menitipkan aspirasinya, menitipkan harapannya pada gerakan buruh.
Tiga hari kemudian mahasiswa turun, hari keempat saya pastikan 10 ribu profesor akan turun ke jalan karena mereka malu melihat buruh bertanding sendiri. Itu momentum yang kita lakukan.
Jadi teman-teman kita pastikan dari Bekasi akan ada perubahan. Bekasi artinya berani beraksi."
Rocky Gerung Buka Suara
Usai namanya viral, Rocky Gerung mengatakan bahwa ia saat itu diundang dalam sebuah seminar buruh di Bekasi. Wawancara ini dilakukan dengan jurnalis Hersubeno Arief dan diunggah melalui kanal YouTube Rocky Gerung Official.
Dalam kesempatan tersebut, Rocky setuju dengan rencana aksi unjuk rasa buruh yang akan mengepung Istana Negara pada 10 Agustus mendatang. Menurutnya, para buruh itu memiliki hak yang dijamin Undang-undang (UU) untuk melakukan demonstrasi.
Mengenai kata bajing*n, Rocky menjelaskan bahwa itu adalah hal biasa dalam orasi politik. Misalnya saja, di Amerika Serikat. Ia juga mengatakan berdasarkan riset di Nasional Geografi, makna kata itu di era Mataram, yakni orang yang dicintai oleh Tuhan.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti