Suara.com - Jusuf Kalla (JK) optimis ada kemungkinan Anies Baswedan memenangkan Pilpres 2024, kendati elektabilits survei eks Gubernur DKI itu jadi yang terendah dibanding dua kandidat lain yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Politikus senior Partai Golkar itu sampai menyinggung kemenangan Donald Trump di Pilpres AS di tengah elektabilitas yang rendah.
Menanggapi hal itu, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai JK cukup beralasan memiliki keyakinan Anies bisa menang walaupun elektabilitasnya saat ini rendah.
"Optimisme JK beralasan karena hasil survei kerap sekali meleset. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak negara lain," kata Jamiluddin kepada wartawan dalam keterangannya, Selasa (1/8/2023).
Hasil survei yang kerap meleset, dikatakan Jamiluddin bisa terjadi karena tiga hal.
Pertama, hasil survei hanya potret saat survei dilaksanakan sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk memprediksi ke depan. Adapun hal ini terjadi lantaran pendapat umum itu sangat dinamis, di mana pendapat seseorang dapat berubah-ubah tergantung isu yang menerpa objek atau sosok yang dinilai.
Jamiluddin berujar, bola isu megenai objek atau sosok yang dinilai cenderung positif maka elektabilitasnya akan berpeluang tinggi.
"Sebaliknya, kalau isu menerpa objek atau sosok banyak negatifnya, maka elektabilitas berpeluang akan turun. Jadi, elektabilitas capres saat ini tidak bisa diprediksi akan berlaku sama pada saat pencobloaan 14 Februari 2024. Hasil survei pastinya tidak memiliki kemampuan itu," kata Jamiluddin.
Sebab kedua dari hasil survei yang kerap meleset adalah terjadi kesalahan dalam penetapan sampel atau contoh penelitian. Kesalahan itu berkaitan dengan penetapan karakteristik dan jumlah sampel. Ada kemungkinan karakteristik sampel yang diambil tidak menggambarkan karakteristik pemilih (populasi).
Baca Juga: Beredar Foto Anies Baswedan Pegang Celana Dalam Wanita, Benarkah?
"Akibatnya, karakteristik sampel tidak merepresentasikan karakteristik pemilih (populasi)," katanya.
Selain itu, jumlah sampel yang diteliti juga akan menentukan presisinya. Menurut dia, bila jumlah sampel 1.200 dan pemilihnya 205 juta, tentu presisinya rendah.
"Kalau sampelnya tidak representatif dan presisinya rendah, tentu hasil survei itu tidak bisa diberlakukan (generalisasikan) ke populasi (pemilih). Hal ini kiranya salah satu sebab kerapnya hasil survei mengenai elektabilitas capres kerap meleset," kata Jamiluddin.
Menurut Jamiluddin, lembaga survei tidak melaporkan hasilnya sebagaimana adanya. Faktor ini yang kemudian menjadi sebab mengapa hasil survei kerap meleset. Jamiluddin berujar lembaga survei tidaj melaporkan apa adanya karena pihak yang membiayai atau menjadi sponsor survei tidak menginginkan hasil survei dirilis apa adanya.
"Lembaga survei akhirnya memoles hasil survei sesuai kehendak sponsor," kata Jamiluddin.
Kata dia, bila hal itu terjadi, maka lembaga survei tidak lagi menjadi peneliti, melainkan berubah menjadi tim sukses yang mengemas hasil survei demi kepentingan sponsor atau calon presiden tertentu.
"Jadi, kehawatiran JK terhadap hasil survei sangat beralasan. Sebab, hasil survei berpeluang dibelokkan sesuai keinginan sponsor. Hal ini tentunya semakin membuat hasil survei jauh dari akurasi," tuturnya.
"Kalau survei terus seperti itu, maka kredibilitas lembaga survei akan anjlok. Hal iti tentunya akan membahayakan eksistensi lembaga survei di tanah air," imbuh Jamiluddin.
Sebelumnya JK menanggapi pertanyaan ihwal elektabilitas Anies yang terendah dibanding dua bakal capres lainnya menurut hasil survei. Menanggpi itu JK justru menyinggung kemenangan Donald Trump menjadi Presiden ke-45 Amerika Serikat pada Pilpres AS 2016.
Kala itu, elektabilitas rendah tetapi berhasil menjadi pemenang.
"Trump juga rendah sekali elektabilitasnya menurut para peneliti," kata JK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/7/2023).
JK lantas berbicara bahwa hasil survei yang hanya mengambil sampel 1200 responden tidak sapat menggambarkan keseluruhan rakyat Indonesia berkisar 205 juta yangakan menjadi pemilih .
"Ada caranya tapi saya kira juga pasti tidak mutlak, tidak terlalu akurat," kata JK.
Ia mencontohkan kembali bagaimana Anies pada Pilada DKI Jakarta 2017 bisa menjadi pemenang, kendati hasil survei elektabiltas dirinya rendah
"Tapi waktu di DKI juga Anies kan enggak kan, nomor 3 kan, tapi kemudian dia terpilih," kata JK.