Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan kabar yang menyebut Brigjen Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Direktur Penyidikan, sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi.
"Betul, informasi yang kami terima bahwa yang bersangkutan akan mengajukan surat (pengunduran diri) dimaksud kepada pimpinan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (31/7/2023).
Disebutnya keputusan ditolak atau diterimanya pengajuan pengunduran diri Asep kewenangannya berada di pimpinan KPK.
"Hal tersebut tentunya menjadi keputusan pimpinan. Apakah permohonan tersebut diterima atau ditolak," kata Ali.
Ali pun kembali menegaskan, pimpinan KPK sepenuhnya mendukung proses penanganan perkara korupsi di Basarnas yang dilakukan tim penyelidik dan penyidik.
"Kami sampaikan bahwa pimpinan mendukung penuh langkah dan upaya yang telah dilakukan Tim Penyelidik dan Penyidik dalam rangkaian proses penanganan dugaan tindak pidana korupsi di Basarnas ini," sebut Ali.
Mundur usai Pimpinan KPK Minta Maaf
Asep dikabarkan mundur beberapa jam setelah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan ada kekhilafan pada proses penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap Rp 88,3 miliar di Basarnas.
Henri dijadikan tersangka, setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT kepada Afri dan sejumlah orang lainya pada Selasa (25/7/2023).
Baca Juga: Profil Asep Guntur, Direktur Penyidikan KPK yang Mengundurkan Diri
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," kata Tanak di hadapan.
Tanak menyinggung soal Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 soal pokok-pokok peradilan. Di dalamnya ada empat peradilan, umum, militer, tata usaha negara, dan agama.
"Nah peradilan militer tentunya khusus anggota militer. Peradilan umum tentunya untuk sipil ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer," kata Tanak.
Dia tak merinci lebih jauh soal kekhilafan tim KPK dalam perkara ini, namun dia menyebut mereka memohon maaf.
"Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak.
Diduga Terima Suap Rp 88 Miliar
Sebagaimana diketahui Henri dan anak buahnya, Afri Budi Cahyanto menjadi tersangka dugaan penerima suap. Pada saat Afri terjaring operasi tangkap tangan (OTT), penyidik menemukan uang Rp 999,7 juta. Selain itu keduanya juga diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar.
Suap tersebut diduga untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17, 4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Tersangka pemberi suap tiga orang petinggi perusahaan, yaitu Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.
Informasi dan penyidikan yang dilakukan KPK pada rentang waktu waktu 2021 hingga 2023, Henri dan Afri juga diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa.