Suara.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika menyoroti tentang rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Publishers Rights atau jurnalisme berkualitas jika nantinya benar-benar diterapkan di Indonesia.
Wahyu berharap implementasi Perpres Jurnalisme Berkualitas tersebut tidak menimbulkan kehancuran bagi iklim media yang sudah ada saat ini.
"Kita sebetulnya concern bagaimana memastikan implementasi dari draft Perpres ini yang nantinya tidak menimbulkan destruksi terhadap keberlangsungan bisnis media yang hari ini dilakoni," ujar Wahyu dalam siaran YouTube MNC Trijaya, Sabtu (29/7/2023).
AMSI menginginkan penerapan pasal dalam Perpres Publishers Rights nantinya tidak merugikan para perusahaan media.
Baca Juga: AJI, IJTI, AMSI Dan IDA Ingatkan Soal Perpres Jurnalisme Berkualitas Harus Cari Jalan Terbaik
"Terutama media-media lokal, independen, media-media besar yang independensinya cukup krusial kepada platform," katanya.
AMSI, kata Wahyu, tidak mau platform sebesar Google yang selama ini sudah menjadi distribusi berita tiba-tiba hengkang dari Indonesia akibat penerapan yang salah dari Perpres tersebut.
"Memang Google yang cukup signifikan kalau kemudian yang sudah ada ini hilang atau berkurang sementara yang baru pun belum tentu ada. Destruksinya cukup masif ketika media sedang berusaha bertahan," papar dia.
Jokowi Diminta Kaji Ulang
Sebelumnya, AMSI bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesian Digital Association (IDA) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji kembali naskah rancangan Perpres Publishers Rights.
Baca Juga: Rancangan Perpres Publisher Rights Bisa Timbulkan Destruktif Masif dan Untungkan Media Tertentu
Presiden diminta untuk mencari jalan tengah, mengingat Perpres tersebut belum disepakati seluruh pemangku kepentingan industri media.
Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut mengatakan, seharusnya substansi Perpres tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia. "Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas," ujarnya dalam rilis yang diterima, Sabtu (29/7/2023).
Namun, Wens mengingatkan bahwa platform digital perlu juga dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia. Kebuntuan pembahasan harus dipecahkan dengan mencari jalan keluar terbaik.
Dia mencontohkan, di Australia yang menggunakan designation clause dalam Media Bargaining Code juga bisa diterapkan di Indonesia. Dengan pasal itu, hanya platform yang menolak berkontribusi secara signifikan pada upaya memperbaiki ekosistem media yang diwajibkan memenuhi ketentuan dalam peraturan.
Pada draft Perpres Publishers Rights yang diajukan kepada Presiden belum ada klausul tersebut.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito menilai, peraturan tersebut harus bisa berdampak pada kesejahteraan jurnalis. Karena itu, kompensasi dari platform untuk penerbit media benar-benar dipakai membiayai produksi jurnalisme berkualitas penting.
Selain itu, Sasmito juga mengingatkan agar aturan tersebut nantinya diawasi dan ditegakkan oleh badan pelaksana atau komite yang independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah.
Komite atau badan pelaksana harus tunduk kepada Undang-Undang Pers dan tidak mengambil kewenangan dari Dewan Pers.
Ketua Umum IDA Dian Gemiano berharap Perpres tersebut tidak justru menjadi langkah mundur bagi industri media digital di Indonesia.
“Kami sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia, namun dengan pertimbangan dinamika industri saat ini harus dilihat pula dengan bijak risiko-risiko yang dapat mendisrupsi keberlangsungan bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan meminta perpres dapat dibuat untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media, tidak terkecuali yang berskala menengah maupun kecil.
Dia berharap dengan Perpres tersebut dapat tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, profesional dan mensejahterakan jurnalis.
"Regulasi ini dibuat untuk memastikan media yang memproduksi dan melaksanakan kerja kerja jurnalistik yang berkualitas dapat terus tumbuh. Jangan sampai regulasi ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen, yang juga harus terlindungi oleh adanya aturan semacam ini," katanya.