Suara.com - Bakal calon presiden Anies Baswedan berbicara soal pendidikan hingga adanya monopoli oleh pemilik kewenangan. Hal itu disampaikan dalam acara 'Belajaraya 2023' di Pos Blok A, Jakarta Pusat pada Sabtu (29/7/2023).
"Sering sekali pendidikan dipandang sebagai program lalu dimonopoli oleh pemegang kewenangan. Siapa pegang kewenangan? Pemerintah wujudnya dinas wujudnya kepala sekolah, lalu dianggap itu adalah wilayahnya pemerintah saja," kata Anies.
Sementara Anies berpandangan, pendidikan adalah sebuah gerakan yang membuka raung kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat yang dimaksud Anies adalah para pegiat dunia pendidikan.
"Nah ini salah satu yang paling menantanglah, sementara kita menyaksikan bahwa yang dimiliki oleh pemerintah itu dua, satu fiskal, dua otoritas. Yang tidak dimiliki inovasi, kreasi, pengalaman lapangan, jaringan itu yang memiliki siapa pegiat-pegiat pendidikan," ujarnya.
"Jadi bila pendidikan dipandang sebagai sebuah gerakan, maka negara itu pemerintah membuka ruang mengajak semua terlibat dan mengajak semua. Kalau bahasa sekarang namanya kolaborasi. Menurut saya itu salah satu hal yang yang paling apa, ya paling menantang," sambungnya.
Lebih lanjut, Anies berbicara soal gerakan 'Indonesia Mengajar' yang dulu dibuatnya. Hal itu disebutnya bukan program melainkan sebuah gerakan.
"Lalu ingat pemberantasan buta huruf? Itu nanti teman-teman boleh Google. Kalau ada foto Soekarno, di papan tulis menulis A I U E tahun 1947 atau 1948. Lalu banner di atasnya itu tulisannya menarik sekali. Kalau pemerintah biasanya bikin acara 'dengan semangat ini ini'. Ini enggak, 'bantu kami berantas buta huruf'," katanya.
"Kata pertamanya 'bantu.' Hari ini, negara sekarang bilang 'Anda diam saja, kami saja yang kerjakan semuanya. Anda bayar pajak, anda nyoblos pemilu, tapi enggak harus terlibat.' Yang ini harus diubah, 'bantu kami terlibat' dan kemudian muncul gerakan untuk pendidikan. Ruangnya itu dibuka," sambungnya.
Baca Juga: Izin Acara Senam Bareng Anies di Stadion Patriot Dicabut, Hasto Pastikan Bukan karena Perintah PDIP