Suara.com - TNI kini melayangkan keberatan gegara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Basarnas atau Kabasarnas Henri Alfiandi atas kasus korupsi proyek.
Adapun Henri yang merupakan anggota aktif TNI AU berpangkat Marsekal Madya TNI dijadikan tersangka lantaran diduga terlibat dalam dugaan kasus korupsi tender proyek.
Henri tak sendirian, sebab orang kepercayaannya yakni Letkol Afri Budi Cahyanto yang membantu sang Kabasarnas untuk memenangkan beberapa perusahaan swasta agar menang tender proyek secara kotor.
Sontak, TNI naik pitam lantaran KPK menyalahi beberapa prosedur, sehingga tercipta sebuah perang mulut antara kedua instansi.
Baca Juga: Duduk Perkara KPK Ngaku Khilaf dan Minta Maaf di Hadapan Rombongan TNI
Lantas, apa alasan mendasar TNI layangkan keberatan? Bagaimana respon KPK menanggapi sikap TNI?
Danpuspom datang ke kantor KPK layangkan protes
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TN Marsekal Muda Agung Handoko sampai-sampai datang membawa rombongan ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada Jumat (28/7/2023) sore sekitar pukul 14.43 WIB.
Tampak berapi-api, Agung datang untuk memprotes terkait penetapan Kabasarnas jadi tersangka korupsi.
Agung merasa bahwa KPK kurang koordinasi saat melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap kedua perwira TNI itu.
Baca Juga: Panglima TNI Disebut Sangat Kecewa Soal OTT KPK yang Seret Kabasarnas Henri Alfiandi
"Dari OTT sampai penetapan tersangka itu enggak ada koordinasi. Itu yang kami sesalkan sebetulnya," tegas Agung kepada wartawan pada Jumat (28/7/2023).
Agung juga merasa bahwa jika KPK takut rencana OTT bocor, lembaga antirasuah tersebut tinggal memberitahukan internal TNI.
"Kalau misalkan takut bocor, ya sudah kasih tahu aja, ‘Pak kita mau nangkap orang (OTT KPK), ayo ikut’. Itu bisa toh. Nanti begitu di titiknya, ‘Itu pak orangnya silakan bapak dari POM menangkap, saya awasi’. Kan bisa seperti itu," lanjut Agung.
KPK dinilai salahi prosedur
OTT yang dilancarkan oleh KPK tersebut juga dinilai menyalahi prosedur.
Sebab, Henri dan Afri merupakan anggota aktif TNI yang seharusnya diadili secara militer ketika terlibat dugaan kasus.
Agung menilai bahwa yang berhak mengusut seorang anggota TNI hanyalah polisi militer.
"Yang bisa menetapkan status tersangka terhadap personel militer aktif adalah polisi militer selaku penyidik,” lanjut Agung.
KPK tak bisa berkelit, layangkan permohonan maaf
KPK kini tak mampu berkelit usai dilabrak oleh petinggi TNI itu.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mewakili pihaknya melayangkan permohonan maaf yang dialamatkan langsung ke Panglima TNI Laksamana H. Yudo Margono.
Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023) mengaku pihaknya melakukan kekhilafan dalam OTT terhadap Henri dan Afri.
Kendati demikian, Tanak menegaskan bahwa pihaknya paham betul terhadap prosedur hukum seorang anggota aktif TNI.
Tanak mengaku bahwa pihaknya lupa bahwa Henri dan Afri harus diserahkan ke TNI terlebih dahulu sebelum menetapkan mereka sebagai tersangka.
Kontributor : Armand Ilham