Suara.com - Hari ini, 27 tahun yang lalu, perpolitikan Indonesia menghadapi sebuah konflik berdarah yakni Peristiwa KudatulI (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli) pada tahun 1996 silam.
Peristiwa berdarah tersebut menjadi saksi kelamnya politik masa lalu. Adapun insiden tersebut merupakan buah dari konflik internal yang terjadi di internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang sekarang pecah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Konflik tersebut juga diduga dikompori oleh pemerintah Orde Baru atau Orba yang tak puas dengan terpilihnya Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri.
Peristiwa Kudatuli: Terpilihnya Megawati hingga perebutan oleh kubu Soerjadi
Kudatuli juga dikenal di telinga masyarakat sebagai Peristiwa Sabtu Kelabu.
Penyulut peristiwa ini dapat ditarik jauh hingga terpilihnya Megawati sebagai ketua umum (ketum) berdasarkan kongres luar biasa (KLB) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya 2-6 Desember 1993.
Kala itu, sosok eks Presiden RI tersebut berhasil mengantongi suara terbanyak, yakni meraih 256 dari 305 suara cabang sebagai Ketua Umum PDI mengalahkan Budi Hardjono.
Soerjadi sebagai salah satu kader ternama PDI sontak merasa tidak puas dengan pemilihan suara tersebut membuat KLB tandingan yang digelar pada 22 Juni 1996 di Medan.
Usai menggelar KLB, Soerjadi akhirnya menjadi Ketum PDI versi KLB Medan. Adanya dua versi Ketua Umum PDI berbuah ke konflik internal yang terjadi di tengah internal partai banteng itu.
Baca Juga: Menolak Lupa, Megawati Sebut Kerusuhan 27 Juli 1996 Bukan Peristiwa Biasa
Kubu Soerjadi rebut kantor PDI dari Megawati: 5 orang tewas, 149 orang terluka