Suara.com - Temuan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat atau AEER menyebut orang utang di Pulau Kalimantan kian terancam akibat aktivitas pertambangan yang semakin terus meluas.
Tercatat, hingga kini ada 120.441,7 hektare atau setara 1,8 persen total luas konsesi tambang batu bara tumpang tindih dengan area kaya keanekaragaman hayati (KBA) di Kalimantan.
Selain itu, AEER mencatat lahan seluas 1.624.389 hektare atau setara 24,5 persen dari total area KBA di Kalimantan berada di radius 25 Km dari konsesi tambang batu bara.
Dengan demikian, AEER menyebut luas potensi area KBA terancam berdasarkan area buffer di Kalimantan seluas 1,624,389 Ha atau setara dengan 24,5 persen dari total area KBA yang ada di Kalimantan.
Baca Juga: Saham-saham Tambang Batu Bara Membara, Siapa Jawaranya?
"Akibatnya, penurunan populasi orang utan memiliki risiko tinggi terhadap kepunahan di alam liar karena hampir 80 persen dari populasinya dijumpai di luar kawasan konservasi," kata Pengkampanye Kebijakan Biodiversitas AEER Angga Saputra dalam keterangannya, Rabu (26/7/2023).
"Kehilangan spesies endemik Kalimantan ini kemungkinan akan terus terjadi apabila pembiaran ekspansi lahan seperti industri batu bara masih dilakukan,” lanjutnya.
Angga menyebut luas KBA terancam yang paling tinggi terletak di Kalimantan Timur dengan luas 860.211 Ha atau 53 persen dari total KBA yang terancam.
Kemudian, luas KBA terancam paling rendah berada di Kalimantan Utara seluas 32.084 Ha atau 2 persen dari total KBA terancam.
Sementara itu, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Sugeng Budiharta mewanti-wanti luasan eksisting pertambangan harus dikontrol. Terlebih, pertambangan yang berkaitan dengan tumpang tindih dengan area kaya keanekaragaman hayati.
Baca Juga: Kronologi Kasus Korupsi Tambang Nikel hingga Pejabat ESDM Ditahan dan Negara Rugi Rp5,7 T
“Kita jangan terpaku pada nilai yang kecil atau persentasenya, tapi lebih kepada nilai mutlaknya. Itu yang perlu kita pikirkan karena mungkin saat ini nilainya segitu, tapi untuk ke depan itu kalau tidak ada kontrol, mungkin akan semakin cepat, semakin besar, dan bisa saja (semakin) habis," ujar dia.
"Kemarin bahkan ada juga ditemukan badak di kawasan hutan produksi atau beberapa area bekas tambang di Kalimantan. Itu adalah contoh bagaimana sebenarnya daerah yang sangat bernilai konservasi itu overlap dengan kawasan tambang,” imbuhnya.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2023 menunjukkan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) batu bara di Indonesia mencapai 4.077.510 Ha.
Dari total WIUP tersebut, 74 persen atau 3.017.295 Ha berada di Pulau Kalimantan. Area luas tambang yang besar membuat Pulau Kalimantan menempati posisi teratas dalam penghasil ekspor batu bara nasional.
Pada 2022, Kalimantan Timur menjadi provinsi yang menempati urutan pertama penghasil ekspor batu bara dengan nilai US$2,46 miliar setara Rp36,9 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) atau 58,57 persen dari total ekspor batu bara nasional disusul oleh Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.