Suara.com - Publik kini mengenal Partai Golongan Karya alias Golkar sebagai salah satu partai besar yang akan maju bertandang menghadapi Pemilu sekaligus Pilpres 2024.
Partai yang kini dipimpin oleh Ketua Umum, Airlangga Hartarto mengalami perjalanan yang berlika-liku hingga bisa menjadi salah satu partai besar di Indonesia. Goncangan itu kini berembus lagi setelah Dewan Pakar Golkar mendesak untuk segera dilakukan Musyawarah Nasional untuk mengganti Airlangga.
Sejarah Golkar dengan gonjang-ganjingnya memang sudah kerap terjadi. Adapun Golkar sempat tumbang bersamaan dengan lengsernya Soeharto pada akhir tahun 1998 usai serangkaian unjuk rasa rakyat.
Lantas, bagaimana perjalanan panjang Golkar dari era Soeharto hingga sekarang?
Baca Juga: Eksponen Partai Golkar Kasih Deadline Bulan Ini Harus Munaslub; Harusnya Setahun yang Lalu
Transisi Orde Baru ke Reformasi jadi mati suri Golkar
Golkar sempat 'mati suri' usai Soeharto lengser dari kursi kepresidenan usai didemo rakyat seantero NKRI.
Golkar yang sempat menjadi partai kuat di Golkar kini harus mulai dari nol.
Pemilu pertama Golkar di tahun 1999 mengharuskan mereka menggunakan kata 'partai' sebagai syarat ikut pemilu.
Kekuatan Golkar tergeserkan dengan PDIP yang kala itu menjadi peraih suara terbanyak, yakni dengan 35.689.073 (33,74 persen suara sah nasional) dan mendapat 153 kursi DPR RI.
Baca Juga: Dugaan Keterlibatan Menteri Airlangga di Kasus Mafia Migor, Lebih Lama Diperiksa Kejagung
Ketua Umum Golkar saat itu yakni Akbar Tanjung yang akhirnya didapuk menjadi Ketua DPR RI usai mengamankan posisi kedua di Pemilu 1999.
Golkar akhirnya berganti kepemimpinan dan Akbar Tanjung digantikan oleh Agung Laksono.
Upaya Golkar bangkit di era Jusuf Kalla
Waktu bergulir, Jusuf Kalla akhirnya mengisi kursi Ketua Umum Golkar.
Jusuf Kalla akhirnya pada 2004 memilih untuk memberanikan diri maju ke Pilpres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY dari Partai Demokrat.
Berkat konsolidasi kuat dari kedua partai, SBY dan JK berhasil memenangkan Pemilu 2004 dan Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden.
Kedua partai tersebut akhirnya menjadi partai terkuat selama bertahun-tahun.
Tiba saatnya pemilu selanjutnya, JK justru berbalik melawan SBY sebagai lawan politik. JK akhirnya menggaet Wiranto untuk maju ke Pemilu 2009.
Sayangnya, sosok yang memenangkan Pemilu 2009 adalah Golkar dan SBY kembali menjadi presiden bersama wakil barunya, Boediono.
Hiruk-pikuk internal
Golkar sempat kembali terpuruk usai dihantam beberapa isu internal. Partai berlambang beringin ini sempat terpecah menjadi kubu ARB dan kubu Agung Laksono.
Belum lagi, sosok Ketua Umum Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP dan meninggalkan Golkar di tengah konflik.
Baru pada saat Airlangga Hartarto 'naik takhta', konflik dan isu di Golkar mereda. Golkar menjadi salah satu partai 'pemenang' di Pemilu 2019 dan Airlangga didapuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Sayangnya, ketenangan Golkar di era Airlangga tak bertahan lama. Dewan Pakar Golkar mendesak agar dilakukan Munaslub untuk menggantikan Airlangga Hartarto. Ada beberapa nama yang disinyalir bisa menggantikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini antara lain Luhut Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia.
Kontributor : Armand Ilham