Suara.com - Tersangka kasus perdagangan organ ginjal jaringan Kamboja Hanim (41) mengungkapkan adanya bantuan dari oknum dari Imigrasi yang melancarkan aksi ini.
Hanim mengaku menugaskan teman-temannya di Indonesia untuk mencari pendonor dan pengurus paspor untuk keberangkatan mereka ke Kamboja.
"Nah yang tahu bagian itu Septian. Saya tahunya dari Septian kalau berangkat dari Soekarno-Hatta itu berangkatnya lewat travel," kata Hanim di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7/2023).
Meski begitu, Hanim mengaku tidak ingat betul nama travel yang membawa para calon pendonor ke Kamboja.
Baca Juga: Sindikat Perdagangan Ginjal: Tak Bayar Pemeriksaan Kesehatan, Pendonor Perlu Penuhi Syarat
Lebih lanjut, Hanim mengungkapkan bahwa ada keterlibatan dari oknum petugas Imigrasi yang membantu keberangkatan pendonor ginjal dari Bali.
"Kalau berangkat dari Bali itu ada petugas Imigrasi yang membantu," ujar Hanim.
Untuk itu, dia mengaku menyiapkan sejumlah uang agar oknum petugas Imigrasi bisa membantu para pendonor dari Bali.
"Ya, menerima dana kalau dari saya sekitaran Rp 3,5 juta atau Rp 3,7 juta untuk melancarkan pemberangkatan," ucap Hanim.
"Jadi, enggak ada pertanyaan apa-apa. Anak-anak pas di loket, langsung lolos skrining," tambah dia.
Baca Juga: Sindikat Perdagangan Ginjal di Kamboja Dapat Pasien Lewat Grup Facebook
Menurut Hanim, para petugas Imigrasi tidak mengetahui pendonor yang diberangkatkan terlibat dalam sindikat perdagangan organ ginjal.
"Mereka tahunya kita itu judi online," ungkap dia.
Faktor Ekonomi
Perlu diketahui, Hanim mengawali kontribusinya dalam sindikat perdagangan ginjal sebagai pendonor. Saat itu, Hanim yang mengalami kesulitan ekonomi mencari informasi di media sosial Facebook terkait praktik jual-beli ginjal.
"Karena faktor ekonomi, orang tua saya tidak punya rumah, kemudian saya usaha mentok juga. Akhirnya, saya cari-cari grup-grup donor ginjal. Saya cuma ngelihat postingan-postingan dari situ itu ada yang isi postingan itu 'Dibutuhkan donor ginjal A, B, AB , atau O, syaratnya ini.. ini.. ini'," tutur Hanim.
Berbekal hasil temuan tersebut, Hanim menghubungi admin grup Facebook tersebut. Ia kemudian diminta memenuhi persyaratannya dan diarahkan untuk menemui seorang broker yang berlokasi di Bojonggede, Bogor, Jawa Barat.
"Setelah itu, saya langsung disuruh ke kontrakan brokernya itu di sekitaran Bojonggede," bebernya.
Hanim mengaku sempat dibawa oleh broker tersebut untuk melakukan proses transplantasi ginjal di salah satu rumah sakit di Jakarta. Namun, karena persyaratannya rumit dan tidak mendapat persetujuan dari istri proses tersebut gagal dilakukan.
"Setelah saya gagal di sana, kemudian saya menunggu di rumahnya broker itu dengan dalih saya ngomong ke istri kerja proyek. Setelah satu tahun, saya menunggu di situ," tuturnya.
Setahun kemudian, pada Juli 2019 Hanim berangkat ke Kamboja dengan broker tersebut. Ketika itu, dia berangkat bersama tiga pendonor lainnya dan dipertemukan dengan seseorang bernama Miss Huang.
"Entah, apakah dia orang China atau orang Indonesia, saya kurang hafal. Pokoknya namanya Miss Huang yang mengatur di sana," ungkapnya.
Sebelum dilakukan tindakan transplantasi ginjal, Hanim dan tiga pendonor lainnya diminta melakukan serangkaian medical check up.
"Saya sama temen saya yang cewek lolos, yang satunya gagal," jelas Hanim.
Saat itu, Hanim mendapat calon pasien dari Singapura. Sedangkan teman wanitanya tersebut mendapat pasien asal Indonesia.
"Besoknya itu dilakukan operasi, setelah operasi masa penyembuhan sekitar 10 hari dan saya kembali ke Indonesia, saya istirahat di Indonesia sekitaran satu dua bulan. Waktu itu 2019 dibayar Rp 120 juta," tandas dia.