Suara.com - Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi menyebut proses eksekusi perdagangan organ ginjal di Kamboja dilakukan di rumah sakit militer. Rumah sakit militer tersebut bernama Preah Ket Mealea yang berlokasi di Phnom Penh.
"Iya, RS militer di Phnom Penh," kata Hengki di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7/2023).
Tim gabungan, lanjut Hengki, bahkan sempat kesulitan saat berupaya menyelamatkan 14 korban yang hendak diekseskusi di rumah sakit tersebut. Sampai pada akhirnya korban dibawa kabur oleh tersangka melalui jalur darat ke Vietnam dalam kondisi usai menjalani operasi.
"Mereka (korban) dilarikan dari rumah sakit padahal baru operasi. Diinapkan di hotel depan bandara Pnom Penh, kemudian disewakan mobil kendaraan untuk jalan darat ke Vietnam, dari Vietnam baru ke Malaysia, Malaysia ke Bali," beber Hengki.
Sindikat ini menurut Hengki telah melakukan aksi kejahatannya sejak 2019 lali. Mereka memperoleh omzet hingga Rp24,4 miliar dari hasil penjualan 122 organ ginjal.
"Total omzet penjualan organ sebesar kurang lebih Rp24,4 miliar," ungkap Hengki.
Adapun, harga jual daripada satu organ ginjal di Kamboja mencapai Rp200 juta. Para tersangka memperoleh untung Rp65 juta dari satu organ.
"Kemudian Rp135 juta dibayar ke pendonor. Sidikat terima Rp65 juta perorang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor, naik angkutan dari bandara ke rumah sakit dan sebagainya," jelasnya.
Tranplantasi di Indonesia
Baca Juga: Terlibat Kasus TPPO Perdagangan Ginjal Internasional, Berapa Gaji Aipda M?
Diberitakan sebelumnya sembilan dari 10 tersangka utama perdagangan organ ginjal ini merupakan mantan pendonor. Bahkan salah satunya melakukan proses transplantasi di Indonesia.