Bahkan, di antara para penari, terdapat satu orang penari termuda yang masih kelas satu SD atau berusia enam tahun yang meraih medali perak pada kategori grup.
"Awalnya, melihat para penari kami yang masih muda tampil pada event kompetisi internasional saja sudah bangga, tapi begitu tahu kerja keras mereka dihargai dengan piala emas, kebahagiaan kami berlipat ganda," tutur Rosmala.
Tim Rampoe UGM menampilkan tari Ratoeh Pukat yang mengkombinasikan tari Ratoeh Jaroe dan Tarek Pukat.
Saat tampil di ajang tersebut, Rampoe UGM menampilkan tari Ratoeh Jaroe sebagai bagian pertama, kemudian dilanjutkan dengan Tarek Pukat sebagai bagian kedua.
![Tim Rampoe UGM. [Dok]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/07/20/37897-tim-rampoe-ugm.jpg)
Ketika tari Tarek Pukat dimulai, penari menggunakan properti tali untuk membuat semacam jaring ikan sambil menari.
Ketua Tim UGM Fatimah Khilwana mengungkapkan perasaannya atas pencapaian yang diraih oleh timnya tersebut.
Dia mengaku kemenangan di ajang itu menjadi salah satu pengalaman luar biasa karena ini pertama kalinya bagi mereka mengikuti festival di Singapura.
Namun rupanya, di balik kemenangan tersebut ada cerita menarik yang ingin Fatimah bagikan.
"Dalam waktu tiga hari, kami harus mengubah gerakan dan juga formasi dikarenakan satu dan dua hal. Hal tersebut awalnya sempat membuat kami sangat takut. Bahkan di hari penampilan pun, kami merasa gelisah dan sering muncul pertanyaan ‘bisa kan yah kita?’" tutur Fatimah.
Selain tantangan tersebut, tim Rampoe UGM yang saat itu baru menyelesaikan sebuah festival di Turki sempat mengalami kelelahan akibat perjalanan panjang.