Suara.com - Pernyataan sosok Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bikin gaduh hingga dinilai berpotensi membuat korupsi merajalela.
Adapun Luhut menyebut bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dikerahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah tindakan yang kampungan.
Celetukan Luhut tersebut menjawab terkait kritik publik yang menilai bahwa kinerja KPK makin turun gegara jumlah OTT semakin sedikit.
Sang Menko Marves berpendapat berbeda dengan persepsi masyarakat itu. Ia menilai justru bahwa jika OTT semakin jarang, maka menunjukkan kinerja yang makin apik.
Baca Juga: Akuisisi Saham Rugikan Negara Rp 100 Miliar, Dirut PT Bukit Asam Diperiksa
Luhut tak segan menyebut bahwa OTT KPK sebagai drama. Ia tak setuju bilamana KPK dinilai tak sukses gegara OTT berkurang secara frekuensi.
"Jangan drama-drama yang ditangkap KPK, mesti kalau kurang jumlah yang ditangkap berarti enggak sukses, saya sangat tidak setuju," kritik Luhut kala ditemui di Gedung KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
Sang Menko Marves bahkan sampai menyebut pemikiran publik yang menilai keberhasilan KPK hanya berpatok kepada jumlah OTT adalah pemikiran yang kampungan.
"Itu kampungan menurut saya kalau pemikiran itu, ndeso. Pemikiran modern, makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan, itu success story-nya," tutur Luhut.
Eks tokoh KPK: OTT justru dibutuhkan
Para tokoh KPK kini dibuat riuh dengan pernyataan kontroversial sang Menko Marves. Eks Ketua KPK Abraham Samad menilai pernyataan Luhut keliru.
Abraham saat diwawancarai wartawan, Rabu (19/7/2023) mengutarakan bahwa OTT sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi.
Semakin banyak OTT yang dikerahkan, maka semakin banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak.
Abraham juga membalik logika Luhut, yakni ketika OTT semakin jarang, maka justru korupsi akan semakin sering.
Novel Baswedan khawatir skor pemberantasan korupsi anjlok
Senada dengan Abraham Samad, eks penyidik senior KPK Novel Baswedan juga menilai potensi buruk peningkatan korupsi ketika publik mengamini perkataan Luhut.
Novel dalam keterangannya, Rabu (19/7/2023) khawatir indeks persepsi korupsi atau IPK Indonesia akan anjlok dan terjun bebas.
Novel mengkhawatirkan apa yang keluar dari mulut Luhut itu dapat dijadikan dalih para penyidik atas lemahnya penegakan korupsi.
Kekhawatiran lainnya yang muncul yakni pernyataan Luhut dapat melemahkan semangat KPK memberantas korupsi.
ICW sebut Luhut asal bicara
Kritik terhadap celetukan Luhut juga keluar dari pihak Indonesia Corruption Watch atau ICW..
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan menyatakan bahwa Luhut perlu banyak riset terkait pemberantasan korupsi di Indonesia.
Riset tersebut diharapkan bisa membuat Luhut tak asal bicara kedepannya.
Kontributor : Armand Ilham