Suara.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Windu Aji Sutanto sebagai tersangka dalam perkara korupsi tambang ilegal nikel dalam konsorsium perjanjian dengan PT Antam Tahun 2021-2023. Windu langsung ditahan oleh Kejagung.
Kapuspen Kejagung Ketut Sumendana mengatakan perkara korupsi ini telah menyebabkan negara mengalami kerugian Rp 5,7 triliun.
"Hari ini ada proses penahanan terhadap tersangka WAS (Windu Aji Sutanto). WAS ini adalah owner PT Kara Nusantara Investama atau Kara. Yang bersangkutan ditahan dalam perkara konsorsium, perjanjian dengan PT Antam tahun 2021-2023 dengan kerugian negara seluruhnya adalah Rp 5,7 triliun," kata Ketut di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
Selain Windu, Kejagung juga menahan Direktur Utama PT Lawu Agung Mining, Ofan Sofwan, yang telah ditetapkan tersangka sebelumnya.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Dipanggil Kejagung Terkait Kasus Korupsi CPO
Ketut mengatakan total sudah ada lima tersangka dengan penahanan tersangka baru ini.
“Sebelumnya perkara ini sudah ditetapkan tersangka sebanyak 4 orang yaitu, HW, YAS, AA dan OS. Dan hari bertambah menjadi lima, yaitu WAS,” ujar Ketut.
Windu yang juga dikenal sebagai crazy rich Brebes tersebut terjerat perkara korupsi illegal mining dan jual beli ore nikel di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara, yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
Diketahui, Windu merupakan pemilik saham mayoritas PT Lawu Agung Mining. PT LAM menjadi kontraktor penambangan nikel di wilayah konsesi PT Aneka Tambang Tbk atau Antam pada 2022-2025.
PT Lawu mendelegasikan mandat itu ke puluhan perusahaan lain yang langsung menambang meski Antam belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).
Baca Juga: Kejagung Periksa Menko Airlangga Hartarto Terkait Kasus Minyak Goreng Hari Ini
Perkara dugaan korupsi tambang ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak Februari 2023 lalu berkaitan dengan penambangan dan jual beli ore nikel di lahan PT Antam di Bumi Oheo Konawe Utara seluas 22 hektar melalui KSO antara Antam dengan PT Lawu dan Perusada Sultra. Dalam perjanjian KSO, PT Lawu sedianya menjual ore nikel ke PT Antam.
Tetapi, PT Lawu bersama mitranya hanya menjualkan sebagian kecil saja ore nikel ke Antam, sisanya dengan jumlah yang lebih banyak malah dijual ke smelter Morowali dan Morosi.
Penjualan ke smelter ini menggunakan dokumen terbang atau penambang menyebutnya 'dokter' perusahaan milik PT KKP.