Suara.com - Partai Nasional Demokrat (NasDem) memiliki histori dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Partai pimpinan Surya Paloh itu merupakan pendukung Jokowi selama dua periode.
Namun kini NasDem tak tagi bergandengan tangan dengan Jokowi. Pada Pilpres 2024 mendatang, NasDem memilih untuk mengusung bakal calon presiden (Bacapres) sendiri, yakni Anies Baswedan, dibanding mendukung capres pilihan Jokowi dan PDI Perjuangan, yakni Ganjar Pranowo.
Pecah kongsi itu menimbulkan sejumlah intrik politik di antara kedua tokoh tersebut. Baru-baru ini, Surya Paloh menyatakan kalau ia menyayangkan dukungan yang telah diberikan kepada Jokowi selama dua periode.
Ia mengatakan, bahwa gerakan perubahan yang usung partainya senafas dengan gerakan revolusi mental Jokowi ketika akan maju sebagai capres di periode pertama.
"Gerakan perubahan yang juga sejalan dengan apa yang pernah dikonstatir oleh Presiden Jokowi untuk melaksanakan revolusi mental sebenarnya identik dengan misi gerakan perubahan kita," kata Paloh pada Apel Siaga Perubahan di GBK, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2023).
Paloh melanjutkan, kesamaan visi itulah yang akhirnya membuat NasDem tetap mendukung Jokowi di periode kedua pemerintahannya.
Namun jelang akhir periode kedua, ia menyatakan kalau menyayangkan dukungan yang telah ia berikan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Menurut Paloh, gagasan revolusi mental yang pernah digaungkan Jokowi sepuluh tahun lalu, hingga kini ternyata tidak menjadi kenyataan.
Hal itulah yang menjadi alasannya mengapa pada akhirnya ia menyayangkan dukungan yang telah diberikan kepada Jokowi.
Baca Juga: Pengganti Johnny G Plate, Budi Arie Setiadi Dilantik Jadi Menkominfo
"Itulah ketika pada 2014 Pemilu dengan seluruh kekuatan, harapan, dan energi kita dukung yang namanya Presiden Jokowi kala itu untuk menjadi Presiden. Kita berikan dukungan secara totalitas," terangnya di hadapan para kader partai Nasdem di GBK.