Luncurkan Hajar Serangan Fajar, Firli Bahuri Ingatkan Parpol Soal Suara Rakyat di Pemilu

Jum'at, 14 Juli 2023 | 20:41 WIB
Luncurkan Hajar Serangan Fajar, Firli Bahuri Ingatkan Parpol Soal Suara Rakyat di Pemilu
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. (Suara.com/Yaumal)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) Firli Bahuri merilis kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ sebagai seruan untuk masyarakat agar menolak, menghindari, dan membentengi diri dari godaan politik uang pada Pemilu 2024.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pemimpin yang terpilih dari pemilu seharunya menjadi representasi dari harapan rakyat akan sebuah perubahan, keadilan, dan kesejahteraan.

“Saya titipkan kepada para partai politik jauhkan kepentingan pribadi dan golongan demi mewujudkan tujuan negara Indonesia,” kata Firli di Pusat Edukasi Antikorupsi, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (14/7/2023).

Terlebih, Firli menyebut partai politik sebagai peserta pemilu memiliki peranan penting karena menjadi pemegang suara rakyat yang mengantarkan para kadernya duduk pada jabatan publik, baik eksekutif maupun legislatif dengan tugas dan wewenangnya untuk membuat kebijakan atau Undang-Undang (UU) yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat.

Baca Juga: Bisa Jadi Penentu Kemenangan, 19,3 Persen Rakyat Dukung Capres Pilihan Presiden Jokowi

“Kita sadar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Karena itu, suara rakyat adalah suara Tuhan. Saya mengajak jangan pernah memperjualbelikan suara rakyat pada Pemilu 2024,” tegas Firli.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ merupakan hasil kajian yang dilakukan KPK mengenai potensi korupsi pada pemilu.

Hasil kajian pada 2018 mengungkap bahwa sebanyak 95 persen menentukan pilihannya karena melihat dari uangnya, 72,4 persen dipengaruhi media sosial, dan 69,6 persen karena popularitas para calon.

Pada Pemilu 2019, KPK menemukan 72 persen pemilih menerima politik uang. Dari angka tersebut, 82 persen di antaranya merupakan perempuan.

Dari 82 persen perempuan yang menerima politik uang, lanjut Wawan, didominasi oleh perempuan dengan usia berkisar 36-50 tahun.

Baca Juga: Bawaslu Tegaskan Pembahasan Soal Usulan Penundaan Pilkada 2024 Dilakukan di Forum Tertutup

"Kalau kita bagi lagi pak, dari 82 persen tadi, itu 60 persen usia 36-50 tahun. Mungkin ibu-ibu atau emak-emak,” ujar Wawan.

"Sisanya usia dibawah 36, atau diatas 50 tahunan. Ini adalah hasil dari kajian kami,” tambah dia.

Wawan menjelaskan alasan orang merima politik uang umumnya karena berbagai masalah ekonomi. Selain itu, ada alasan lain seperti faktor tekanan pihak lain dan ketidaktahuan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI