Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan saat melakukan penggeledahan di Batam dalam penelusuran kasus tindak pidana pencucian uang atau TPPU dengan tersangka Andhi Pramono, mantan Kepala Bea Cukai Makassar, kerap dihalang-halangi.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Ia mengemukakan, saat penyidik KPK melakukan penggeledahan di Batam ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menghalang-halangi tugas.
"Saat tim penyidik KPK berada di lapangan melakukan penggeledahan, didapati adanya dugaan pihak-pihak tertentu yang sengaja menghalangi tindakan pro justitia yang sedang berlangsung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (14/7/2023).
KPK menegaskan, proses penggeledahan bagian dari penyidikan. Kepada pihak yang berupaya menghalangi, dapat ditindak secara hukum pidana.
Baca Juga: KPK Duga Ada Pihak Berupaya Menghalangi Penggeledahan Terkait Kasus Andhi Pramono
"Penyidikan perkara ini seluruhnya berpedoman aturan hukum dan apabila benar apa kesengajaan menghalangi kegiatan dimaksud, kami tegas dapat terapkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tidak Pidana Korupsi," tegas Ali.
Sepekan ini, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Batam. Tempat yang digeledah itu di antaranya, kantor PT BBM (Bahari Berkah Madani). Dari lokasi tersebut penyidik menemukan barang bukti elektronik.
Setelahnya penyidik melanjutkan penggeledahan di rumah keluarga Andhi Pramono.
Sebelumnya diberitakan, Andhi Pramono telah resmi ditahan KPK pada Jumat (7/7/2023). Dia dijadikan tersangka gratifikasi senilai Rp 28 miliar.
Dalam aksinya, Andhi Pramono diduga menyalahgunakan jabatannya sejak 2011-2022 sebagai PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Baca Juga: KPK Bakal Pakai Pasal Suap untuk Incar Pemberi Uang di Kasus Korupsi Andhi Pramono
Dia memanfaatkan dengan berperan sebagai broker, menghubungkan importir mencarikan barang logistik yang dikirim dari Singapura dan Malaysia menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Setiap rekomendasi yang disarankannya, dia akan mendapat fee atau bayaran.
Hasil korupsi berupa gratifikasi tersebut, dibelanjakan atau dialihkannya ke rekening orang lain. Karenya Andhi juga dijerat dengan pasal TPPU.
KPK menemukan Andhi membeli rumah Rp 20 miliar di Jakarta Selatan dan berlian senilai Rp 652 juta, serta pembelian polis asuransi Rp 1 miliar.