Suara.com - Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Umum Partai Gelora mengusulkan dibentuknya undang-undang koalisi. UU Koalisi diusulkan agar Pemilu 2024 berdasarkan ide, bukannya jumlah suara maupun ambang batas.
Berdasarkan UUD 1945, koalisi dapat dilakukan lebih awal. Namun, Fahri Hamzah menekankan agar koalisi dilakukan berdasarkan partai.
Untuk membangun kesamaan ide, lanjut Fahri Hamzah, bisa dilakukan melalui identifikasi. Koalisi persamaan ide ini dapat meminimalisir ambang batas atau tiket menuju pilpres.
Berkaitan dengan itu, berikut penjelasan mengenai apa itu UU Koalisi.
Baca Juga: Soal Potensi Koalisi KIR Pecah, PKB Sebut Semua Kemungkinan Bisa Terjadi
Koalisi adalah kerja sama antara beberapa partai demi memperoleh kelebihan suara dalam parlemen. Hal ini diwujudkan dalam rangka mengusung seseorang agar menjadi calon presiden pada Pilpres.
Koalisi dibentuk oleh beberapa partai, sehingga dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan berdasarkan Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilu yang berbunyi:
“Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Koalisi pada umumnya dilakukan beberapa partai peserta pemilu legislatif. Di dalamnya terdapat kesepakatan-kesepakatan yang menjadi bagian dari koalisi.
Koalisi tidak hanya bertujuan untuk mencapai hal-hal di atas, tetapi juga suara terbanyak di parlemen. Namun dalam konteks demokrasi, koalisi dibentuk untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Terbongkar, Lewat Hasto PDIP Ajak PKB Gabung Koalisi Pilpres 2024, Cak Imin Akan Temui Megawati
Berdasarkan sifatnya, koalisi dibagi menjadi dua yakni koalisi taktis dan strategis. Koalisi taktis merupakan gabungan partai politik yang dibentuk bukan karena kesamaan ideologi dan visi maupun visi. Sedangkan koalisi taktis ini lebih pragmatis tujuannya, yakni suara lebih banyak atau kursi di kabinet.
Koalisi taktis umumnya dibentuk karena keputusan oligarki elit kekuasaan. Para pihak tersebut adalah pemegang kekuasaan tertinggi pada partai.
Sementara itu, koalisi strategis adalah koalisi yang bersifat jangka panjang karena berdasarkan visi dan ideologi partai politik. Tujuannya yakni membangun pemerintahan yang bertahan lama dan kuat. Koalisi ini dibangun atas kepentingan partai politik secara kelembagaan.
Fahri berharap dengan adanya ide undang-undang koalisi ini, pergumulan antar partai bukan berbasis tiket Pilpres, melainkan ide. Ide yang dibangun tersebut diharapkan berasal dari kesamaan.
Dalam perwujudannya, Fahri mencontohkan partai yang saat ini eksis sebenarnya memiliki akar dari PDIP, PPP dan Golkar. Fahri juga enggan memakai cara lama untuk menyederhanakan koalisi.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma