Bak Kutukan, Riwayat Partai Golkar Sering Konflik Jelang Pemilu

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 13 Juli 2023 | 10:55 WIB
Bak Kutukan, Riwayat Partai Golkar Sering Konflik Jelang Pemilu
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bicara peluang duet dengan Prabowo di Pilpres 2024, Selasa (21/3/2023). (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Golkar tengah di ambang perpecahan jelang Pemilu 2024. Hal itu terjadi setelah sejumlah politisi senior Golkar mendorong digelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) untuk mengganti Ketua Umum Airlangga Hartanto. Salah satu alasannya adalah arah Golkar menjelang Pemilu 2024 yang hingga saat ini tidak jelas. 

Selain itu Airlangga yang dipilih sebagai bakal calon presiden (capres) Golkar untuk Pemilu 2024 tak kunjung bergerak. Di sisi lain, isu perpecehan seolah jadi kutukan tersendiri bagi Partai Golkar setiap menjelang pelaksanaan pemilu. Simak penjelasan berikut ini.

Perpecahan Pemilu 2014

Jelang Pemilu 2014, internal Golkar mengalami perpecahan. Keretakan ini terjadi lantaran rencana akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Perpecahan terjadi dalam kubu yang mendukung Ketua Umum Partai Golkar ketika itu, Aburizal Bakrie untuk jadi bakal capres bersama Pramono Edhie sebagai bakal cawapresnya.

Baca Juga: Polemik Partai Golkar Mendadak Diminta Ganti Ketum, Airlangga Tergeser Luhut?

Kubu yang mendukung Ical, sapaan akrab Aburizal Bakrie, menjadi bakal capres dan disandingkan dengan Pramono Edhie antara lain Wakil Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Agung Laksono dan MS Hidayat. Dua nama itu masuk dalam Tim 6 yang mewakili Golkar untuk membahas rencana koalisi bersama Partai Demokrat. 

Sementara itu kubu yang menolak adalah Ketua DPP Golkar Rizal Mallarangeng bersama Sekjen Golkar Idrus Marham dan Bendahara Umum Golkar Setya Novanto. Kubu Rizal ini lebih mendorong Golkar berkoalisi dengan PDIP. 

Buntut dari perpecahan itu adalah melemahnya posisi politikus senior Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK). Ketika itu JK digadang-gadang menjadi salah satu figur kuat untuk menjadi bakal cawapres Jokowi yang diusung PDIP. 

Namun kemudian Golkar akhirnya bergabung dalam Koalisi Merah Putih yang mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Selain Golkar, koalisi ini terdiri dari Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan PBB. Pasangan Prabowo-Hatta menghadapi pasangan Jokowi-Kalla yang diusung PDIP, PKB, Partai Nasdem dan Partai Hanura.

Perpecahan pada Pemilu 2019 

Baca Juga: Sandiaga Bicara Peluang Dampingi Ganjar: Saya Sudah Pernah Cawapres

Pada Pemilu 2019, Golkar kembali dibayangi perpecahan internal. Politikus Golkar ketika itu, Fadel Muhammad menyebut internal Golkar pecah setelah Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin sebagai cawapres dalam Pemilu 2019. Padahal Golkar sejak awal berharap Jokowi akan menggandeng kader Golkar.

Perpecahan itu tidak menutup kemungkinan membuat sebagian kader Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hanya saja Fadel tidak menyebutkan seberapa banyak kader Golkar yang berpotensi mengalihkan dukungan kepada Prabowo-Sandiaga Uno. 

Fadel juga mengungkap internal Golkar pecah ke dalam dua kubu yakni kubu yang tetap fokus untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan kubu yang kecewa atas terpilihnya nama Ma'ruf Amin. Kubu yang kecewa itu disebut fokus menjaga suara Golkar pada Pemilu Legislatif. Sebab Fadel menilai suara Golkar akan merosot akibat tidak punya kader yang maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. 

Pada akhirnya Golkar bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang mengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Koalisi ini terdiri dari PDIP, Golkar, PKB, Hanura, PKPI, PSI, Perindo dan PBB.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI