Suara.com - Teknologi Niku Banyu (Nikuba) hasil inovasi Aryanto Misel dijual senilai Rp15 miliar oleh pria asal Cirebon, Jawa Barat itu. Tujuan penjualannya yakni untuk kebutuhan riset alat serupa.
Nikuba adalah inovasi berupa teknologi pengubah menjadi bahan bakar untuk menggerakkan kendaraan. Sebelumnya, nikuba digunakan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kodam III/SLW demi mendapatkan data penyempurnaan inovasi.
Nikuba sempat viral pada Mei 2022, tetapi redup dan menjadi perbincangan kembali usai pabrik otomotif asal Italia tertarik. Aryanto dan tim pun berangkat ke Milan pada 16 Juli untuk mempresentasikan penemuan tersebut bahkan mengadakan kerjasama.
"Perjanjian kerja sama dengan perusahaan penyedia sumber energi bagi Ferrari dan Lamborghini," kata Kepala Penerangan Kodam III Siliwangi Kolonel Inf Adhe Hansen.
Baca Juga: 9 Penemuan Anak Bangsa yang Dilirik Dunia Tapi Tak Diakui di Negeri Sendiri
Berkaitan dengan dijualnya Nikuba sebesar Rp 15 miliar, ternyata muncul berbagai kontroversi di dalamnya. Berikut ini sederet kontroversi Nikuba tersebut:
Dijual karena kecewa dengan pemerintah
Aryanto mengaku keputusan ini muncul atas rasa kecewanya terhadap pemerintah. Pemerintah baginya telah mengucilkan temuan tersebut, sehingga ingin mengembangkannya sendiri.
"Saya tidak butuh mereka (pemerintah/BRIN), saya sudah dibantai habis, tidak mau," kata Aryanto dalam video di media sosial.
Disebut bukan alat penghasil hidrogen
Baca Juga: Pro Kontra Nikuba Temuan Aryanto Misel: Diragukan Indonesia, Dilirik Perusahaan Dunia
Peneliti Madya Pusat Riset Material Maju BRIN Deni Shidqi Khaerudini menjelaskan nikuba bukanlah penghasil hidrogen untuk pengganti bahan bakar kendaraan, melainkan penghemat bahan bakar.
Konsep yang dipakai nikuba adalah HHO, bukan hidrogen murni. HHO adalah Hidrogen Hidrogen Oksigen yang disebut dengan gas brown. HHO mampu menghemat bahan bakar, bukan menggantikannya.
Janggal karena belum dipatenkan
Yannes Pasaribu selaku praktisi otomotif dari ITB merasa ada yang janggal karena penemunya belum mematenkan karyanya, tetapi justru publikasi ke media massa. Yannes menyarankan Nikuba agar dapat dibuktikan secara ilmiah sebagai jalan keluar.
"Logika sederhananya, jika invensi ini sahih, mengapa penemu alat pengubah air menjadi bahan bakar kendaraan yang bernama Nikuba itu tidak mematenkan dulu karyanya agar kekayaan intelektualnya terlindungi?" tanyanya.
"Mengapa malah yang bersangkutan koar-koar ke media? Hal ini yang membuat saya jadi merasa ada sesuatu yang ganjil," sambung Yannes.
Ragukan 1 liter air untuk 237 km
Nikuba diklaim mampu menggerakkan kendaraan dalam perjalanan Cirebon ke Semarang. Hal ini dibantah oleh BRIN dan disebut meragukan.
"Ini beda dengan mobil buatan Honda Clarity dan Toyota Mirai yang menggunakan fuel cell. Dan tidak mungkin 1 liter air dipakai untuk menempuh 237 km jarak dari Cirebon ke Semarang," tutur Deni.
Nikuba tidak berpengaruh terhadap kendaraan
Pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Moh. Nur Yuniarto meragukan klaim nikuba. Nur menilai Nikuba tidak berpengaruh signifikan ke kendaraan padahal belum melihat alatnya.
"Berdasarkan lembaga-lembaga yang kredibel juga alat itu tidak bisa memberikan dampak yang cukup signifikan untuk mesin kendaraan," jelas Nur.
Perlu diperdalam risetnya
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengaku sudah mengetahui alat itu sejak 2022. Laksana juga telah mengirim tim untuk melihat karya itu lebih lanjut.
Timnya pun menilai Nikuba perlu riset lanjutan. Laksana Tri Handoko mendorong Nikuba melakukan pembuktian ilmiah untuk menyempurnakannya.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma