Keras Menolak, IDI Ungkap Satu Borok RUU Kesehatan: Jadikan Lembaga Nakes Mirip Ormas

Selasa, 11 Juli 2023 | 10:45 WIB
Keras Menolak, IDI Ungkap Satu Borok RUU Kesehatan: Jadikan Lembaga Nakes Mirip Ormas
Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Tangerang Selatan Panji Utomo. (Suara.com/Dea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Tangerang Selatan Panji Utomo menyoroti rancangan undang-undang atau RUU Kesehatan yang dinilai akan membatasi kewenangan lembaga profesi.

"Jadi, kewenangan dari lembaga profesi itu akan dilucuti dan bahkan akan dihilangkan kewenangannya," kata Panji di Depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).

Ia menyebut, salah satunya adalah hilangnya kewenangan lembaga profesi untuk mengurus rekomendasi surat izin praktek (SIP).

"Jadi, ada satu wacana dari mereka, dari RUU itu sendiri bahwa nantinya kelembagaan kita baik perawat maupun semua dokter dan semua bidan itu menjadi organisasi masyarakat, seperti organisasi biasa," tutur Panji.

Baca Juga: Tuntut Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda, Massa Nakes Gelar Aksi Di Gedung DPR Hari Ini

Padahal, dia menyebut IDI tidak bisa menerapkan hal tersebut karena dibangun dengan fungsi dan kewenangannya.

Perlu diketahui, Sejumlah organisasi tenaga kesehatan yang terdiri dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) akan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Kelima organisasi profesi tersebut berencana untuk menggelar aksi menuntut agar rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan ditunda.

PB IDI dalam keterangannya menyebutkan sejumlah isu strategis di dalam RUU tersebut yang dinilai perlu dipertimbangkan.

"Penyusunan RUU Kesehatan tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan, partisipatif, kejelasan landasan pembentukan (filosofis, sosiologis, & yuridis), dan kejelasan rumusan," demikian keterangan PB IDI yang diterima Suara.com pada Selasa (11/7/2023).

Baca Juga: Penghapusan Mandatory Spending Jadi Bentuk Pengkhianatan Pemerintah Terhadap Konstitusi

Lebih lanjut, mereka menilai tidak ada urgensi dan kegentingan mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan saat ini. PB IDI menilai 9 UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain.

"Berbagai aturan dalam RUU berisiko memantik destabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan kesehatan bangsa," lanjut keterangan PB IDI.

Pengesahan RUU ini disebut menuai begitu banyak kontroversi dan dianggap bisa melahirkan kelemahan penerimaan dan implementasi undang-undang (reluctant compliance) yang ujungnya bermuara pada konflik dan ketidakstabilan bidang kesehatan.

Mengenai RUU Kesehatan, rencananya DPR akan menggelar Rapat Paripurna pada siang hari ini untuk membahas RUU tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI