Suara.com - Wabah antraks yang terjadi di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta, ternyata bukan yang pertama terjadi di daerah itu.
Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, di Yogyakarta sudah beberapa kali terjadi wabah antraks.
Ia menyebut sebelum kasus yang saat ini, dua tahun lalu wabah tersebut juga pernah menyebar di sejumlah daerah di Yogyakarta.
Jika merunut jauh ke belakang, wabah antraks tercatat pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1832, di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe, di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Baca Juga: Gejala dan Penyebab Penyakit Antraks, Ditularkan dari Hewan Ternak!
Lebih dari satu abad kemudian, tepatnya pada 1969, di daerah yang sama kasus antraks kembali terjadi dan mengakibatkan 36 orang meninggal setelah mengonsumsi daging hewan ternak.
Pada 1974, masih di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Loeya Kecamatan Tirawuta, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, tujuh orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks.
Setelah itu, penyakit antraks ditemukan di luar Sulawesi Tenggara, yakni di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat pada 1976, lalu pada 1977 di Kabupaten Sumbawa Besar dan Dompu.
Antraks lalu menyebar dan berkembang tiap tahunnya ke sejumlah provinsi di Indonesia hingga saat ini. Seperti apakah perjalanan wabah antraks di Indonesia? Berikut ulasannya.
1985
Baca Juga: Fakta-fakta Antraks di Gunungkidul: 3 Warga Tewas, Kuburan Sapi Digali untuk Dikonsumsi Dagingnya
Pada 1985 wabah antraks dilaporkan terjadi di Kabupaten Paniai, Irian Jaya, setelah ribuan babi mati karena terserang penyakit tersebut.
Warga lalu mengonsumsi daging babi tersebut hingga terpapar antraks dan menyebabkan 11 orang meninggal dunia.
1990
Pada 1990, wabah antraks terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah, yakni tujuh desa Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang; satu desa di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak; dan tiga desa di Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
Akibatnya 48 orang dilaporkan positif antraks namun tidak ditemukan kasus kematian akibatnya. Meski begitu, pemerintah kala itu sampai menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
2000-2001
Pada 2000, wabah antraks terjadi di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat,yang diawali dengan terpaparnya sejumlah burung unta di peternakan.
Penyakit itu lalu menyebar dan menular ke 32 orang. Namun dalam peristiwa itu tidak ditemukan korban meninggal dunia.
Sementara itu, masih di Jawa Barat, pada 2001, antraks dilaporkan terjadi di Kabupaten Bogor sebanyak 22 kasus dan dua orang meninggal dunia.
2007
Kejadian Luar Biasa (KLB) antraksterjadi di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur pada 2007. Ketika itu ditemukan 13 orang terpapar dan lima orang meninggal dunia.
2011-2015
Menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2011 tercatat 41 orang terpapar antraks dan 22 orang pada 2012.
Sementara pada 2013 jumlahnya turun menjadi 11 orang, namun memakan korban 1 orang meninggal dunia.
Pada 2014, jumlah kasus antraks meningkat menjadi 48 orang dan tiga orang meninggal dunia. Lalu turun drastis di 2015, dimana hanya ditemukan tiga orang yang terkena antraks.
2016-2018
Pada 2016, wabah antraks ditemukan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, serta Jawa Timur dengan jumlah orang yang terpapar sebanyak 52.
Setahun kemudian pada 2017, wabah antraks ditemukan 77 kasus antraks, diantaranya 45 kasus di Gorontalo, 25 kasus di Jawa Timur, empat orang dan satu meninggal di Yogyakarta dan dua orang di Sulsel dan satu orang di NTT.
Sementara pada 2018 terdapat 9 kasus antraks, terbanyak di Jawa Timur 8 kasus dan 1 kasus di Sulawesi Selatan.
2020-2022
Pada 2020, tercatat ada 11 kasus antraks yang memakan korban hewan mati di Yogyakarta dan Gorontalo.
Lalu pada 2021 terdapat 21 hewan korban antraks yang tersebar di DI Yogyakarta sebanyak 4 sapi dan 2 kambing, 2 sapi di Jawa Tengah, 6 sapi di Jawa Timur dan 7 sapi di NTB.
Pada 2022, terdapat 10 kasus antraks yang menyerang hewan ternak, yakni 6 sapi dan 2 kambing di DIY, 1 kambing di Jawa Timur dan 1 sapi di Sulawesi Selatan.
Kontributor : Damayanti Kahyangan